Saya telah merenungkan
kisah anak yang hilang. Ini adalah suatu kisah tentang perjalanan kembali
(pertobatan). Saya menyadari betapa pentingnya untuk kembali – bertobat -- lagi
dan lagi. Hidup saya berpaling jauh dari Tuhan; saya harus kembali. Hati saya menjauh
dari cinta pertama saya; saya harus kembali. Pikiran saya melayang-layang; saya
harus kembali. Perjalanan kembali – pertobatan -- adalah perjuangan seumur
hidup… Kasih Tuhan tidak membutuhkan penjelasan apapun tentang mengapa kita
kembali / bertobat. Bapa senang melihat kita pulang dan ingin memberikan segala
yang kita inginkan, hanya dengan kembali kepada-Nya… oleh sebab itu, mengapa
kita tunda? Bapa berdiri di sana dengan tangan terbuka, menunggu untuk memeluk
saya. Dia tak akan bertanya tentang masa lalu saya.. Memiliki saya kembali
adalah satu-satunya yang Ia inginkan. -- Henry
Nouwen --
Padre Pio – Seorang Pembimbing Jiwa-Jiwa
Ketenaran Padre Pio sebagai seorang Bapa pengakuan mengundang
banyak peziarah mengunjungi biara Our Lady of Grace di San Giovanni Rotondo.
Seiring dengan jumlah pengunjung yang semakin lama semakin membludak, Padre Pio juga menjadi semakin tak terjamah
bagi para peziarah. Di luar bilik pengakuan, hampir mustahil untuk dapat
berbicara dengan Padre Pio. Suatu
ketika, seorang putri spiritualnya mengeluhkan sedikitnya waktu baginya dalam
bilik pengakuan. Padre Pio berkata kepadanya, “Saya telah berbicara kepadamu
selama bertahun-tahun. Sekarang saya memintamu untuk mempraktekkan hal-hal yang
telah saya katakan kepadamu.”
Sebagai seorang Bapa pengakuan, Padre Pio ingin agar orang-orang
mengerti betapa seriusnya dosa itu. “Kita patutnya lebih takut akan dosa
daripada akan api,” kata Padre Pio suatu ketika. Dalam kesempatan lain, beliau
berkata, “Berhati-hatilah akan dosa, karena dosa itu beracun seperti ular berbisa.” Ketika para pengaku dosa
menanyakan kepada Padre Pio tentang isu moral, beliau tanpa ragu-ragu menjawab;
perbedaan antara apa yang benar dan yang salah, juga apa yang harusnya dijadikan
panutan. Seseorang berkata, “Kata-kata Padre Pio begitu tegas, apa adanya, dan
murni.” Seorang pemuda pernah mengaku kepada Padre Pio bahwa ia pernah memiliki
pikiran cabul. “Berapa kali engkau telah memiliki pemikiran tersebut?” tanya
Padre Pio. “Enam atau tujuh kali,” jawab pemuda itu. “Namun tujuh tidak sama
dengan enam, karena tujuh berarti satu lagi dosa pokok,” ujar Padre Pio.
Padre Pio memiliki ketakutan besar akan amarah Tuhan dan siap
untuk melakukan apapun demi menghindari hal tersebut. Beliau tidak memiliki
persepsi berbeda akan kodrat manusia, katanya, “Selama masih tersisa setetes
darah dalam tubuh kita, akan selalu ada perjuangan antara benar dan salah.” Melihat
kembali perjalanan hidupnya, beliau berkata, “Godaan yang mengancam hidup
sekuler saya adalah yang paling membuat saya gundah… Godaan-godaan tersebut
membuat saya berkeringat dingin dan gemetar… Dalam saat seperti itu, yang dapat
saya lakukan hanya menangis.”
Di tahun 1915, Padre Pio menulis kepada Pastor Agostino,
bunyinya:
Pikiran-pikiran sesat dan… mengkhianati Tuhan, menteror saya,
melumpuhkan sekujur tubuh saya, baik tubuh maupun jiwa saya serasa dicengkeram
oleh catok yang kuat. Tulang-tulang saya terasa berpindah dari tempatnya..hancur
dan remuk..
Pendapat umum pada masa itu adalah bahwa jika kita melakukan
pengakuan dosa kepada Padre Pio, kita akan mendapatkan manfaat rohani yang
mendalam. Walaupun begitu, untuk dapat mengaku dosa kepada Padre Pio bukanlah
hal yang mudah. Seperti seseorang mendeskripsikannya,” Untuk mengaku dosa
kepada Padre Pio itu adalah membiarkan beliau masuk dan melihat isi hatimu.”
Sebagai penerima pengakuan, Padre Pio sangat tegas. Beliau memiliki kekuatan
moral besar dalam menuntun jiwa-jiwa dan tidak ragu-ragu memberitahu para
peniten apa yang harus mereka lakukan untuk mengubah hidup mereka. Seringkali,
beliau memberitahu mereka hal yang tidak ingin mereka dengar. Beliau memiliki
karakter yang kuat dan tidak takut kepada siapapun. Banyak orang ingin
melakukan pengakuan dosa terhadap Padreo Pio namun batal karena ketakutan
mereka. Seseorang berkata, “Lebih tidak menakutkan mengikuti ujian masuk
universitas dibandingkan harus melakukan pengakuan dosa kepada Padre Pio.”
Dalam bilik pengakuan, Padre Pio tak mau orang membuat alasan
atas dosa dan kesalahan mereka. Seorang wanita dari Gioia del Colle, Italia
mengunjungi Padre Pio pada suatu kesempatan. Dalam pengakuannya,
wanita itu berkata bahwa ia tidak menghadiri
Misa Minggu kemarin karena hujan. “Ya, namun ketika kamu pergi ke San Giovanni
Rotondo, bukankah sedang hujan juga? Tidak seharusnya engkau tidak hadir pada Misa
hari Minggu lagi kecuali terhalang oleh penyakit yang benar-benar parah,” ucap
Padre Pio.
Seorang ateis suatu ketika dikenalkan pada Padre Pio dan
kunjungan itu menghasilkan pertobatan pria tersebut. Pria itu berkata, “Saya
pergi mengunjungi Padre Pio ketika saya memiliki ribuan alasan untuk tidak
percaya akan adanya Tuhan. Dengan kelembutan yang teramat sangat, sedikit demi
sedikit, beliau mengembalikan kepercayaan saya dan menuntun saya pada
stabilitas moral yang sebelumnya kurang saya miliki.”
Padre Pio menekankan betapa pentingnya sakramen Tobat / pengakuan dosa. Beliau berkata, “Bahkan
ketika sebuah ruangan ditutup sepenuhnya, debu tetap dapat muncul dalam ruangan
tersebut.” Padre Pio mempraktekkan apa yang beliau anjurkan kepada orang-orang.
Beliau sering melakukan pengakuan dosa, dan sebelum memulai, beliau berdoa
secara mendalam dan mohon perantaraan Perawan Maria. Beliau selalu merasakan
penyesalan yang mendalam akan dosa-dosanya dan seringkali menangis saat
melakukan pengakuan. Kepada Pastor Benedetto, yang menjadi pembimbing
spiritualnya selama dua belas tahun, Padre Pio menuliskan, “Saya mencari
perubahan dalam hidup saya, kebangkitan rohani, cinta yang murni dan sejati, pertobatan,
dan berbalik sungguh-sungguh kepadaNya.”
Livio Dimatteo bertemu dengan Padre Pio pada 1959. Dalam suatu
kesempatan, Livio mengalami godaan besar yang ia yakin berasal dari setan.
Karenanya, ia takut melakukan pengakuan dosa kepada Padre Pio. Ketika akhirnya
Livio berhasil mengumpulkan keberanian dan masuk ke bilik pengakuan, Padre Pio
meletakkan tangannya pada kepala Livio, lebih kuat dari biasanya. Livio yakin Padre
Pio tahu akan semua godaannya dan akan membantunya lewat doa-doa.
Seorang pria yang pada mulanya telah ditolak pengakuannya oleh
Padre Pio mengatakan bahwa Padre Pio adalah satu-satunya orang yang dapat
membantunya melepaskan diri dari gaya hidup yang merusak. “Terima kasih kepada
Padre Pio, saya dapat mengerti beratnya dosa saya,” kata pria tersebut.
Sebelumnya, pria ini menilai sendiri tindakan-tindakan tak bermoral-nya dan
tidak memiliki keinginan untuk berubah. Orang-orang di sekitarnya mencoba untuk
menunjukkan kesalahan pada jalan hidupnya, namun pria ini tak pernah
mendengarkannya. Terkejut akan penolakan pemberian abosolusi / pengampunan dari
Padre Pio, menyebabkan dia merenungkan hidupnya. Dia membuat pemeriksaan batin
yang baik dan kemudian membuat pengakuan yang tulus dan menerima absolusi / pengampunan
.
Ketika Mariella Loti dari Consenza yang berusia dua belas
tahun mendekati bilik pengakuan Padre Pio, terdengar suara beliau, “Jika saya
mendengarkan pengakuanmu sekarang, tidak akan bermanfaat bagimu. Engkau belum siap untuk melakukan pengakuan
saat ini,” kata Padre Pio. Mariella, juga kedua orang tuanya merasa
tersinggung. Namun ketika Padre Pio menjelaskan lebih lanjut, mereka langsung
setuju. Hal ini terbukti menjadi titik balik dalam kehidupan Mariella muda.
Seorang wanita lain ingin melakukan pengakuan kepada Padre Pio
namun tidak bersedia membuat perubahan yang diperlukan dalam hidupnya. Padre
Pio berbicara tentang dirinya dan berkata, "Dia seperti batubara. Ketika
terkena, itu adalah noda. Ketika menyala, ia membakar. "
Padre Pio terus-menerus berdoa untuk keselamatan jiwa semua
orang. Kepada seorang wanita yang sangat membutuhkan bantuan besar, beliau
berkata, “Yakinlah bahwa aku akan berdoa untuk Anda. Bahkan setelah kematian
saya, saya akan mengingat Anda dalam doa-doa saya.” Kepada yang lain beliau
berkata, “Engkau harus memahami tanggung jawabku di hadapan Yesus untukmu. Jika
sesuatu yang buruk terjadi padamu, yang merugikan jiwamu, Yesus akan langsung
meminta pertanggungjawaban dariku.” Kepada seorang wanita yang menanyakan
seberapa sering ia bisa menulis kepadanya, Padre Pio menjawab,”Engkau dapat
menulis kepadaku sesering yang kauinginkan. Dalam diriku engkau akan selalu
menemukan sosok seorang ayah.”
Antonio Monari
memiliki pengalaman yang luar biasa ketika ia pertama kali memasuki bilik
pengakuan Padre Pio. Antonio berkata:
Saya mengharapkan bertemu dengan seorang kudus namun saya tak
pernah membayangkan saya akan mengalami hal ini. Saya menceritakan pada Padre
Pio masalah saya dan keluarga saya dan beliau mendengarkan dengan kebapakan.
Saya meminta kepadanya berkat yang telah saya tunggu-tunggu selama
bertahun-tahun. “Manusia tak dapat melakukan apa-apa, anakku,” ucap Padre Pio
sambil menunjuk ke atas. “Hanya Tuhan di atas yang dapat menolong kita. Saya
akan mendoakanmu,” tambahnya. Beliau kemudian memberkati saya. Saya tak dapat
menjelaskan emosi mendalam yang saya alami begitu rupa, sehingga ketika berdiri,
saya kehilangan keseimbangan. Beliau menyentuh bagian kanan kepala saya dengan
lembut. Telinga kanan saya yang tuli tiba-tiba terbuka dan sejak saat itu saya
dapat mendengar dengan sempurna.
Dalam bilik pengakuan, banyak orang minta saran Padre Pio mengenai
masalah keluarga, panggilan hidup, pilihan bisnis, kesehatan, bahkan saran
tentang pertanian. Beliau senang jika bisa membantu semua orang, namun di atas
semuanya, keinginan mendalam beliau adalah membantu orang dalam tingkat rohani.
Padre Pio ingin orang-orang menyadari kebutuhan mereka akan Tuhan. Profesor
Michael Melillo, salah seorang putra spiritual Padre Pio, berkata kepadanya,
“Bapa, tolong beri saya saran spiritual yang
dapat saya gunakan sepanjang hidup saya.” Padre Pio menjawab, “Engkau dilahirkan
untuk mengenal, mencintai, dan melayani Tuhan, dan untuk berbahagia kekal
bersama-Nya di surga.”
Pastor Ruggero, Imam Kapusin, memperhatikan bahwa banyak
peziarah yang menyapa Padre Pio memberikan surat yang berisi intensi doa
mereka. Kelihatannya mustahil bagi Padre Pio untuk membaca semua surat itu.
Pastor Ruggero heran bagaimana Padre Pio memiliki waktu untuk mendoakan begitu
banyak orang. Suatu hari ia bertanya pada Padre Pio tentang hal itu. Beliau
menyentuh dadanya dan berkata, “Di sinilah mereka semua berada. Mereka semua
berada di dalam hatiku.”
Padre Pio bersikeras bahwa orang-orang harus berpakaian sopan
ketika memasuki gereja untuk menghadiri Misa atau membuat pengakuan. Bagi
banyak orang, standar Padre Pio akan kesopanan dianggap terlalu berlebihan.
Seorang pastor, yang mengetahui standar tinggi Padre Pio, memberitahu bahwa
beliau tak dapat memaksakan aturan berpakaian sopan karena ditakutkan umat akan
marah dan keluar. Kepadanya, Padre Pio menjawab, “Sebuah gereja yang kosong
lebih baik daripada melanggar kekudusan.”
Ada seorang wanita dari Jerman yang mengaku dosa pada Padre
Pio. Wanita ini fasih berbahasa Italia dan berencana membuat pengakuan dalam
bahasa Italia. Sebelum ia sempat mengucapkan sepatah kata pun, Padre Pio
berkata padanya dalam bahasa Jerman. Wanita ini mendengar aksen Padre Pio
begitu sempurna; ia lalu berbicara dengan bahasa Jerman pula. Pada kesempatan
lain, ia bertemu dengan Padre Pio dan menyapa beliau dalam bahasa Jerman. Padre
Pio tidak mengatakan apa apa. Akhirnya wanita ini berbicara dalam bahasa
Italia, “Padre Pio, Anda berbahasa Jerman begitu fasih denganku di bilik
pengakuan. Mengapa Anda tidak melakukannya sekarang?” “Oh, pengakuan adalah hal
yang sungguh berbeda,” jawab Padre Pio.
Kesetiaan Padre Pio terhadap pelayanan imamatnya sebagai Bapa
pengakuan dibuktikannya kepada Dr. Filippo Pancaro dalam sebuah kesempatan. Dr.
Pancaro, staf dokter di RS Casa Solievo - Rumah untuk Meringankan Penderitaan-
suatu ketika memeriksa Padre Pio. Di samping mengalami demam tinggi, Padre Pio
juga menderita pusing, badan lemah, dan bunyi berdenging di kedua telinganya. Padre
Pio mengalami kelelahan sedemikian parah sehingga hampir tak dapat berdiri. Dr.
Pancaro memberitahu Padre Pio bahwa beliau membutuhkan istirahat agar pulih kembali dan berhenti mendengarkan
pengakuan untuk sementara.
Padre Pio sangat kecewa mendengar nasihat dokter itu. “Jika
itu adalah perintah, saya akan lakukan,” ucapnya. “Tapi anya jika itu adalah
perintah. Saya tidak ingin berhenti mendengarkan pengakuan.” Padre Pio lalu
memohon doa sang dokter. “Saya mohon anda mendoakan saya pada Perawan Maria.
Mohon agar kesehatan saya dipulihkan.” Dr. Pancaro meyakinkan beliau bahwa ia
akan melakukannya. Padre Pio mengatakan pada dokter bahwa jika ia punya pilihan
antara kehilangan penglihatan atau kehilangan pendengaran, ia akan lebih
memilih untuk kehilangan penglihatan; “Selama saya memiliki pendengaran, saya
akan selalu mampu mendengarkan pengakuan,” ucapnya. Suatu ketika beliau juga
berkata kepada Pastor Agostino bahwa ia akan memilih dibawa dengan kursi roda
ke bilik pengakuan dibandingkan harus berhenti mendengarkan pengakuan dosa.
Beberapa jam sebelum beliau berpulang, Padre Pio bertanya
kepada seorang pastor yang menjaganya; Pastor Pellegrino Funicelli, untuk
mendengarkan pengakuannya. Setelah selesai, beliau berkata kepada Pastor
Pellegrino, “Mintalah kepada semua saudara saya untuk memaafkan kesalahan yang
telah saya lakukan . Jika Tuhan memanggil saya malam ini, tolong mintakan
kepada semua putra-putri spiritual saya untuk mendoakan jiwa saya.”
---
Guido Biondi
mengunjungi San Giovanni Rotondo dan mengaku dosa kepada Padre Pio untuk
pertama kalinya di tahun 1956. Dalam bilik pengakuan, Padre Pio bertanya kepada
Guido apakah ia menghadiri Misa setiap Minggu. Guido menjawab bahwa ia menghadiri
Misa sesekali. “Kalau begitu engkau harus keluar,” kata Padre Pio kepadanya,
“Kembalilah dalam satu bulan dan aku akan mendengarkan pengakuanmu.” Guido
sangat marah sembari bangkit dari posisi berlututnya. Ia tak sabar untuk segera
meninggalkan bilik pengakuan. Ia merasa marah dan terhina karena Padre Pio
memintanya pergi. Ia segera menuju ke halte bus untuk naik bus pertama yang
menuju Foggia.
Di dalam perjalanan bus menuju Foggia, amarah Guido mulai
menghilang. Saat ia memikirkan kembali apa yang terjadi di bilik pengakuan, ia menjadi
lebih objektif. Ia memahami mengapa Padre Pio berbicara kepadanya dengan nada seperti
itu. Guido merenungkan kembali hidupnya, dan untuk pertama kalinya, ia merasa
bersalah akan banyak tindakannya di masa lalu. Ia telah berpaling meninggalkan
Allah, dan dengan berbuat itu dia telah tersesat. Tiba-tiba ia merasakan beban
berat dari dosa-dosanya.
Setelah tiba kembali di rumahnya, Guido mengingat kembali
setiap detail pertemuannya dengan Padre Pio. Ia ingin, dengan sepenuh hatinya
untuk dapat berbicara kembali dengan Padre Pio, namun ia merasa terlalu malu
untuk melakukannya. Padre Pio telah menolaknya dan Guido merasa ia tidak akan
pernah bisa berbicara dengan Padre Pio lagi.
Guido memiliki pekerjaan yang sangat baik di bidang industri automotif, ia menjadi pengawas bagi
lebih dari 100 pekerja. Kembali pada pekerjaannya, Guido merasa sulit
berkonsentrasi. Ia mulai kehilangan berat badan dan kesehatannya memburuk. Ia
mengabaikan tugasnya di kantor. Suatu hari, Guido mengalami kesulitan bernapas.
Tubuhnya terasa sangat sakit. Ia berdoa kepada Padre Pio dan pada saat itu juga
rasa sakitnya menghilang. Jawaban doa dari Padre Pio memberinya keberanian
untuk melakukan perjalanan kembali ke San Giovanni Rotondo.
Di biara Our Lady of Grace, Guido melihat seorang biarawan
Kapusin yang menyapa lima orang yang berdiri di dekatnya. Sang biarawan
mengajak mereka untuk mengikutinya. Sebuah kekuatan di luar dirinya mendorong
Guido mengikuti kelima orang tersebut.
Mereka mengikuti sang biarawan menaiki tangga, lalu berjalan di koridor yang
panjang dan sempit. Tiba-tiba mereka sudah berada di depan sel Padre Pio.
Mereka mengetuk pintu dan mendengar ajakan untuk masuk. Guido adalah orang
terakhir dari rombongan yang masuk ke sel Padre Pio.
Padre Pio menyalami mereka dan menanyakan kondisi seseorang
yang sedang sakit. Guido kemudian tahu bahwa kelima orang ini adalah dokter.
Mereka bekerja di RS - Rumah untuk Meringankan Penderitaan. Salah satu dokter
bercerita panjang pada Padre Pio tentang seorang pasien. Setelah mereka berdiskusi
dengan Padre Pio, satu per satu mereka mencium tangan Padre Pio lalu keluar.
Tiba-tiba Guido sendirian saja bersama Padre Pio. Ketakutan mencengkeram hati Guido.
Padre Pio tersenyum kepadanya dan mengulurkan tangannya. Sangat tersentuh, Guido
mencium tangan Padre Pio lalu pergi.
Saat-saat bersama Padre Pio tersebut meninggalkan kesan
mendalam pada Guido. Ia tahu bukanlah suatu kebetulan bahwa ia mengikuti kelima
orang dokter itu menuju sel Padre Pio. Ia yakin bahwa kejadian itu telah diatur
oleh Allah Yang Maha Kuasa. Malam itu juga, Guido mendapatkan kesempatan untuk
melakukan pengakuan dosa kepada Padre Pio. Ia tak lagi merasa takut dan dapat
melakukan pengakuan dan menerima absolusi. Ketika Guido beranjak pergi, ia
merasa dimurnikan dan bahagia.
Seorang teman Guido yang berdiri di sana menunggu Guido.
Ketika Guido keluar dari bilik pengakuan, ia tak dapat meredam kebahagiaannya.
Ia berlari keluar dari gereja dengan penuh suka cita, dan berteriak gembira kepada
temannya, “Saya mendapat absolusi ! Saya mendapat absolusi !”
---
Dino Segre yang
lahir di Italia, adalah seorang penulis yang terkenal dan disegani. Ia
menggunakan nama Pitigrilli sebagai nama pena dalam semua karyanya. Dino sangat
berbakat, sukses, dan kaya raya. Walau ia tidak religius, seiring waktu ia
mulai memikirkan makna yang mendalam tentang kehidupan. Dalam proses itu,
minatnya akan kerohanian perlahan-lahan tumbuh.
Mengikuti saran seorang teman, Dino memutuskan untuk
berkunjung ke San Giovanni Rotondo untuk bertemu dengan Padre Pio. Dino
terkenal di seantero Italia, namun ketika mengunjungi biara Our Lady of Grace,
ia ingin tetap tak dikenal. Ia berharap tak ada orang yang mengenalinya. Pagi hari tatkala Dino menghadiri Misa Padre Pio, ia
duduk di barisan paling belakang gereja, berusaha tidak menyolok sebisanya.
Di tengah Misa, ketika Padre Pio mendoakan mereka yang masih
hidup dan yang telah berpulang, beliau berkata; “Berdoalah, saudara-saudara.
Berdoalah dengan segenap hatimu untuk seseorang yang sedang berada di sini;
seseorang yang sedang sangat membutuhkan doa kita. Suatu hari ia akan menerima
Komuni Kudus di Altar Tuhan kita. Ia akan menjadi alat Tuhan untuk membawa
orang lain kembali ke gereja; orang-orang yang telah hidup tanpa Tuhan; sama
sepertinya.”
Dino merasa seolah disambar petir mendengar kata-kata Padre
Pio. Ia yakin bahwa Padre Pio berbicara tentang dia. Tak ada keraguan di
hatinya. Dino merasa hatinya hancur, ia mulai menangis. Walaupun berusaha
keras, Dino tak bisa menghentikan air mata yang mengalir.
Setelah Misa berakhir, Dino mendapat kesempatan untuk mengaku
dosa pada Padre Pio. Pada saat ia berlutut untuk mengaku dosa, Padre Pio
mengutip Kitab Suci dan berkata kepadanya, “Apakah keuntungannya, jika
seseorang mendapatkan seluruh dunia namun kehilangan jiwanya?” Tentu saja, Dino
tahu jawaban dari pertanyaan ini; tak ada keuntungan sama sekali. Padre Pio
sedang membicarakan kehidupan duniawi yang telah dijalani Dino selama
bertahun-tahun. Padre Pio berkata kepadanya, “Tuhan telah sangat bermurah hati
kepadamu.”
Pertemuan dengan Padre Pio tersebut menjadi titik perubahan
bagi Dino Segre. Setelah meninggalkan San Giovanni Rotondo, ia mengunjungi
penerbitnya dan meminta beberapa buku yang ia tulis untuk berhenti dicetak
secara permanen dan ditarik dari pasar. Ia mengetahui bahwa keputusan ini akan
menyebabkan kerugian finansial baginya, namun Dino tidak peduli. Ia tahu bahwa
Padre Pio menetapkan standar moral dan spiritual yang tinggi. Dengan sepenuh
hatinya, Dino ingin agar karya literaturnya dapat memenuhi standar tersebut.
Sepanjang sisa hidupnya, ia hanya menulis buku-buku dengan tema Kristiani;
buku-buku yang dapat menolong orang untuk mempraktekkan iman mereka.
Aurilio Montalto
yang berasal dari Bolzano, Italia mengunjungi San Giovanni Rotondo untuk
mengaku dosa kepada Padre Pio dan menghadiri Misanya. Ia berkali-kali pergi ke
sana dan merasa sangat terinspirasi sehingga ia memutuskan untuk menetap di
sana dengan istri dan keempat anaknya. Ia membeli sebuah hotel yang dekat
dengan biara tersebut dan dari pendapatan itulah ia dapat memenuhi kebutuhan
keluarganya.
Aurilio mempunyai seorang saudara laki-laki yang atheist, ia
mengunjungi San Giovanni Rotondo untuk pertama kalinya tak lama setelah Padre
Pio wafat. Sebelum pemakamannya, saudara laki-lakinya itu ingin melihat jenazah
Padre Pio yang disemayamkan di gereja. Namun orang berjejal-jejal sehingga
niatnya tak terlaksana.
Pada suatu hari Aurilio berbicara dengannya tentang Padre Pio.
Saudara laki-lakinya itu menjelaskan bahwa ia tak mempunyai kesan apa pun
tentang Padre Pio. Tentu saja dia tak percaya bahwa Padre Pio adalah seorang
kudus. Semua pembicaraan tentang Padre Pio ditanggapinya secara dingin dan acuh
tak acuh.
Tak lama kemudian, ia berjalan ke gereja Our Lady of Grace dan
duduk sendirian di deretan bangku belakang. Tiba-tiba ia merasakan tepukan pada
bahunya dan mendengar sebuah suara yang tegas. Ia menengok untuk
mengetahui siapa yang menepuknya itu,
tetapi ia tak melihat seorang pun di sana. Karena ketakutan ia segera bangun
lalu pindah ke bangku yang lain. Untuk kedua kalinya ia mendengar suara yang
berwibawa itu dan merasa seseorang menyentuh bahunya. Ia mengamat-amati keadaan
di sekelilingnya, namun tak ada seorangpun di sana. Rasa takutnya semakin
memuncak sampai ia berkeringat dingin. Ia tak mengerti apa yang telah terjadi.
Pada kesempatan lain ketika Aurilio bertemu dengannya, ia
menceritakan kejadian aneh yang dialaminya secara detail. “Bagaimana cara
seseorang melakukan pengakuan dosa?” tanyanya. Dengan gembira Aurilio
menceritakan segala sesuatu tentang sakramen pengakuan dosa itu dengan terperinci.
“Bagaimana cara seseorang menyiapkan diri untuk menerima Komuni Suci
pertamanya?” tanyanya lagi, Sekali lagi dengan gembira, Aurilio menjelaskan
kepadanya.
Pada malam itu ia bermimpi. Padre Pio berdiri di sampingnya
sambil memegang rosario. Dalam mimpinya, Padre Pio mengajarnya berdoa rosario.
Mimpi itu merupakan titik awal pertobatannya. Tak lama setelah itu, ia meminta
untuk diterima dalam Gereja Katolik. Sejak saat itu dan selanjutnya, ia
menjalani hidup yang sangat saleh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar