Marilah
kita selalu berusaha untuk mengasihi Bapa lebih dan lebih lagi..
Hal mengasihi Bapa ini tidak harus tampak sulit
bagi kita; sebaliknya, kita harus menganggap diri kita berharga , karena Tuhan
Allah tidak membatasi diri-Nya hanya
untuk menciptakan kita dan memberitahu kita untuk mengasihi-Nya, tapi Ia
memberikan perintah-Nya… Dia
memerintahkan kita untuk melakukannya, dan perintah-Nya adalah perintah yang
penuh kasih. Dialah yang menanamkan ke dalam
hati kita. Ialah yang memberikan kita kemampuan untuk mampu mengasihi-Nya. Dan
yang lebih mengejutkan, Dia jugalah yang menjanjikan kita anugerah.
Anugerah yang Ia janjikan bukanlah sesuatu yang sementara dan terbatas,
melainkan yang abadi; sebagaimana keberadaan-Nya yang abadi. Allah adalah
kekal abadi sepanjang masa, dan selama-lamanya.
- St. Pio dari Pietrelcina
Padre
Pio – Imam yang Dipenuhi Anugerah Luar Biasa
Pada 22 Agustus 1922, Alberto D’Apolito masuk ke novisiat biara Capuchin di Morcone, Itali, dan memulai
tahun-tahun studi menjadi imam. Dalam suatu kesempatan pada masa liburnya, ia
menerima izin untuk mengunjungi Padre Pio di San Giovanni Rotondo.
Suatu hari, dalam kunjungannya, Alberto melihat Padre Pio sedang menatap ke
luar jendela ke arah gunung yang berada di kejauhan. Alberto menyapa Padre Pio, namun
beliau nampaknya tidak mendengarnya. Padre Pio tampak tenggelam dalam
pikirannya. Ketika Alberto mendekatinya, Padre Pio bahkan tidak tampak sadar
akan kehadirannya. Alberto mencoba mencium tangan Padre Pio, ia menyadari bahwa
tangan Padre Pio sangat kaku. Ia mendengar Padre Pio berkata, “Ego te absolve a
peccatis tuis” ( Aku membebaskan Anda dari dosa-dosa Anda ). Padre Pio sedang mengucapkan absolusi
dalam bahasa Latin, seakan beliau sedang mendengarkan pengakuan dosa seseorang.
Alberto berlari mencari pemimpin biara,
Pastor Tommaso. Pastor Tommaso segera menuju jendela di mana Padre Pio sedang
berdiri. Padre Pio masih mengulangi rumusan absolusi dalam bahasa Latin, sementara Pastor Tommaso mendekatinya.
Tiba-tiba, tubuh Padre Pio bergetar, seakan beliau baru bangun dari tidur
yang lelap. Ia melihat Alberto dan
Pastor Tommaso dan menyapa mereka, “Oh, saya tidak sadar bahwa kalian berdua
sedang berdiri di samping saya. Saya sedang melihat keluar jendela ke arah
pegunungan,” katanya.
Tak beberapa lama kemudian, sebuah
telegram datang untuk Pastor Tommaso dari kota Turin. Telegram itu dikirim oleh
keluarga dari seorang pria yang baru saja meninggal. Keluarga pria itu
menuliskan telegram yang berisi ucapan terima kasih kepada Pastor Tommaso karena
telah memperbolehkan Padre Pio meninggalkan biara dan menemani pria itu di
saat-saat akhir hidupnya. Kini Pator Tommaso dan Alberto yakin, pada
waktu Padre Pio melamun beberapa hari yang lalu, ia sedang mendengarkan pengakuan
dosa pria itu dan menemani di saat akhir hidupnya.
---
Maria Pompilio, seorang putri spiritual
Padre Pio, bekerja sebagai guru sekolah di San Giovanni Rotondo. Ia menghadiri
Misa Padre Pio setiap pagi dan selalu melakukan pengakuan dosa secara rutin.
Selama bertahun-tahun, ia menerima banyak berkat melalui relasi dengan Padre
Pio.
Suatu
ketika di Malam Natal, Padre Pio pergi ke sakristi gereja untuk mendengarkan
pengakuan dosa. Malam itu suhu udara sangat dingin. Karena pada saat itu belum
ada pemanas ruangan di biara, sebuah tungku diletakkan di sakristi untuk
mengusir dingin.
Ketika
Padre Pio sedang mendengarkan pengakuan dosa, Maria Pompilio dan beberapa
perempuan yang lain masuk ke gereja untuk berdoa. Setelah pengakuan dosa
selesai, Maria dan beberapa wanita lainnya pergi ke sakristi untuk menemui
Padre Pio dan mencium tangannya. Maria menyadari bahwa tangan Padre Pio
sedingin es. Padre Pio menyapa putrid-putri spiritualnya dan berkata kepada
mereka, “Semoga Kanak-Kanak Yesus membuatmu merasakan rahmat dan belas kasih-Nya.”
“Malam ini cuaca sangat dingin, Padre Pio,” kata salah satu dari putri
rohaninya. “Tolong berbicaralah pada kami untuk beberapa saat. Ceritakan kepada
kami tentang Bayi Yesus dan isilah hati kami dengan kehangatan cinta
kasih-Nya.”
Padre
Pio lalu mengajak putri-putri spiritualnya ke ruang tamu biara. Di ruangan itu
terdapat meja panjang dengan kursi yang cukup banyak bagi mereka untuk duduk
dengan nyaman. Padre Pio bercerita tentang Misteri Natal dan berkata, “Putriku,
marilah kita merenungkan Injil Yohanes. Yohanes, murid yang dikasihi Yesus
berkata: Sabda telah menjadi manusia dan
diam di antara kita.” Mata Padre Pio tampak berkaca-kaca ketika ia mengutip
kata-kata Yohanes dari kitab suci. Ia berhenti beberapa saat untuk menghapus air
matanya, kemudian kembali melanjutkan. Beliau bercerita tentang kelahiran Bayi
Yesus, tentang bagaimana Yesus lahir di musim terdingin sepanjang tahun, dan di
tengah malam. Di antara beberapa ternak lainnya, Bayi Yesus dibaringkan di
palungan. Maria dan Yosef menyambutnya dengan penuh cinta kasih sebagaimana
malaikat-malaikat di surga bersukacita.
Tiba-tiba
Padre Pio menutup matanya dan berhenti berbicara. “Padre Pio telah jatuh
tertidur,” salah seorang perempuan berkata. “Beliau telah menerima pengakuan
dosa sepanjang hari dan beliau lelah. Mari kita tidak berisik dan berdoa hingga
beliau bangun.” Saya tidak berpikir dia sedang tidur”, ucap perempuan lainnya.
“Ini adalah Malam Natal. Saya percaya bahwa Padre Pio sedang berbicara dengan
Yesus sekarang. Ini kehormatan bagi kita untuk duduk di sini bersamanya,”
Sekitar
30 menit kemudian, Padre Pio membuka matanya.Salah seorang putri spiritual
berkata kepada-Nya, “Padre Pio, anda terdiam untuk waktu yang lama. Karena ini
adalah Malam Natal, kami menduga apakah Anda sedang bertemu dengan Bayi Yesus?”
Padre Pio tidak menjawab. Seorang perempuan lain berkata, “Padre Pio, tolong
ceritakan pengalaman Anda selama duduk dan menutup mata tadi.” Padre Pio
menjawab, “Jika kalian berjanji tidak mengatakan apa-apa tentangnya sampai
setelah kematianku, aku akan memberitahumu.” Para perempuan lalu menjawab
dengan serentak, ”Kami berjanji tidak akan memberi tahu siapa-siapa.”
Padre
Pio lalu memberitahu para perempuan tersebut, “Tuhan mengizinkan saya
mengucapkan selamat Natal kepada saudara saya Michael yang sekarang berada di
Amerika, juga kepada saudari saya, Suster Pia, di biaranya di Roma. Lalu Yesus
menunjukkan kepada saya semua anak-anak spiritual saya yang sudah meninggal
dunia dan saya melihat tempat mereka berdiam di surga.” Para perempuan itu
sangat terinspirasi oleh kata-kata Padre Pio..
Tak
lama kemudian adalah waktunya bagi Padre Pio untuk mempersiapkan Misa Malam
Natal. Lilin-lilin menyinari dengan lembut gedung gereja Bunda Maria
Terberkati. Gereja itu tampak begitu indah.. Ketika Misa dimulai, Padre Pio
dengan menggendong patung Bayi Yesus, berjalan dengan tenang menuju palungan
Natal. Bersama dengan koor, para imam Capuchin, dan semua kongregasi, beliau
menyanyikan lagu-lagu Natal dan mempersembahkan pujian kepada Allah. Hati
setiap orang disinari dengan api cinta kasih Allah…
Setelah
Misa Malam Natal, sebelum beristirahat di kamarnya, Padre Pio berkata kepada
putri-putri spiritualnya, “Malam ini surga terbuka dan banyak rahmat yang telah
turun ke hati kalian.” Mereka sungguh terberkati…
---
Pada
1966, Pastor Jean Derobert melakukan
perjalanan ke San Giovanni Rotondo untuk bertemu dengan Padre Pio. Padre Pio
memberitahu Pastor Derobert bahwa beliau ingin ia memulai kelompok doa di
Paris. Pada masa itu, Pastor Derobert adalah pastor pembimbing di sebuah
perguruan tinggi yang terletak di pinggiran kota Paris. Pator Derobert khawatir
akan ide membangun kelompok doa tersebut. Salah satunya adalah karena ia tidak
mengenal banyak orang di Paris. Tanpa jumlah kontak yang cukup, ia tidak
melihat bahwa ia mampu mengajak orang-orang di daerah itu. Pikiran tentang
mengorganisir kelompok doa saja membuatnya takut.
Namun
Padre Pio tidak khawatir dengan ketakutan Pastor Derobert. Beliau hanya
tersenyum dan berkata, “Saya akan membantu anda.” Ketika Pastor Derobert
kembali ke Perancis, ia memberitahu temannya tentang percakapannya dengan Padre Pio. Temannya sangat bersemangat
tentang prospek adanya kelompok doa di Paris. “Padre Pio telah mengirim saya ke
sini untuk membantumu,” kata teman tersebut. “Saya yakin akan hal itu.” Pastor
Derobert tidak bisa lebih terkejut lagi.
Pastor
Derobert dan temannya segera menemukan sebuah kapel yang indah di Paris yang
mengizinkan mereka mengadakan pertemuan doa bulanan. Sejak awal, orang dalam
jumlah besar menunjukkan rasa tertarik dan datang ke pertemuan doa secara
regular. Semuanya berkembang dengan amat baik.
Setahun
kemudian, Pastor Derobert kembali ke San Giovanni Rotondo. Begitu Padre Pio
melihatnya, dia segera bercerita tentang kelompok doanya. Padre Pio
mendengarkan dengan seksama selagi Pastor Derobert memberikan laporan
lengkapnya, lalu berkata, “Saya mengenal kelompok doa itu dengan baik. Ada
beberapa jiwa yang sangat indah yang hadir di sana. Saya sering berkunjung ke
sana.” Lalu Padre Pio mendeskripsikan dengan detail, kapel indah tempat
kelompok doa tersebut biasa bertemu setiap bulan. Kenyataannya, banyak anggota
kelompok doa yang memberitahu Pastor Derobert bahwa mereka sering merasakan
keberadaan Padre Pio dalam pertemuan bulanan mereka. Sebelum Pastor Derobert
kembali ke Paris, Padre Pio menasihatinya, “Jangan lakukan hal lain selain
berdoa.”
---
Monsinyur John Gannon mengenal seorang anggota
angkatan laut yang sudah pensiun yang tinggal di Washington, D.C. Pria itu
sudah melakukan percobaan bunuh diri dalam dua kesempatan berbeda. Monsinyur
Gannon, yang berdevosi sangat kuat kepada Padre Pio, menyarankan pria itu untuk
berdoa kepada Padre Pio dan meminta bantuannya. Ia memberikan kartu doa Padre Pio
pada pria itu. Pria itu mengikuti nasihat Monsinyur Gannon dan secara rutin
mendaraskan doa kepada Padre Pio.
Suatu
malam, pria itu datang ke bar. Dengan perasaan putus asa, ia mulai berpikir sekali
lagi untuk mengakhiri hidupnya. Ada seorang pria berjanggut di bar itu yang
menghampiri dan menyapanya. “Saya tahu apa yang akan anda lakukan malam ini.
Jangan lakukan hal itu!” kata orang asing itu. Teman Monsinyur Gannon ini lalu
bertanya siapakah nama pria asing ini. Jawaban pria ini adalah gumaman yang
terdengar seperti “Pio”. Malam itu, pria tersebut tidak melakukan percobaan
bunuh diri. Terima kasih kepada Tuhan ! Pria ini yakin bahwa pada malam itu
Padre Pio mengunjungi dan menolongnya di saat-saat paling gelap dalam hidupnya…
---
Giuseppe Massa sedang belajar teologi
di Roma untuk persiapannya imamatna ketika ia jatuh sakit. Ibunya sangat
khawatir akan keadaannya. Suatu hari, sang ibu, yang tinggal di San Giovanni
Rotondo, berbicara kepada Padre Pio tentang penyakit Giuseppe dan meminta Padre
Pio mendoakan putranya.
Giuseppe
segera pulih , dan mampu melanjutkan studi untuk imamatnya. Hari itu adalah
hari yang besar bagi seluruh keluarga Massa ketika Giuseppe ditahbiskan menjadi
imam Salesian. Pada saat pentahbisannya, Padre Pio menuliskan pesan pribadi
yang bertuliskan, “Saya berdoa semoga anda menjadi seorang imam yang kudus dan
korban yang sempurna.” Pastor Giuseppe menyimpan pesan tulisan tangan tersebut
dengan baik. Tak lama setelah pentahbisannya, Pastor Giuseppe jatuh sakit.
Demam tinggi dan rasa lemah yang dulu dirasakannya dating lagi. Ia didiagnosa
menderita penyakit ginjal dan diberitahu harus menjalani operasi.
Dokter
mengatakan kepada ibunda Pastor Giuseppe bahwa jika memungkinkan, sang ibunda
sebaiknya berkunjung ke Roma dan menjaga putranya saat dioperasi. Nyonya Massa
tahu bahwa akan sangat sulit baginya untuk melakukan perjalanan ke Roma. Ia
tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Ia pergi ke biara dan meminta saran
kepada Padre Pio. “Anda sudah memiliki lima orang anak lain yang harus
diperhatikan. Anda sebaiknya tidak melakukan perjalanan ke Roma,” ucap Padre
Pio. “Namun saya rasa Pastor Giuseppe menginginkan saya untuk berada di sana
ketika ia menjalani operasi. Bagaimana ia bisa bertahan tanpa saya?” jawab
Nyonya Massa. Lalu ia mulai menangis. Melihat Nyonya Massa yang begitu putus
asa, Padre Pio merasa sangat kasihan padanya. “Jika anda bilang saya tidak bisa
berada di Roma untuk menemani putra saya, maka saya ingin anda berada disana
menggantikan saya,” ucap Nyonya Massa. “Oh, baiklah,” jawab Padre Pio. “Saya
akan pergi.”
Setelah
Pastor Giuseppe dioperasi, kesehatannya terus membaik. Ia memberitahu ibundanya
bahwa ketika ia berada di rumah sakit, Padre Pio datang dan berdiri di samping
ranjangnya. Ketika Pastor Giuseppe mendapat kesempatan, ia berkunjung ke San
Giovanni Rotondo dan menemui Padre Pio. Ia mengucapkan terima kasih kepada
Padre Pio atas kunjungannya di saat ia membutuhkannya.
Kesehatan
Pastor Giuseppe terus membaik. Ia hidup untuk lima puluh tahun ke depan.
Mendedikasikan waktu dan karyanya untuk pendidikan rohani anak-anak muda,
beliau menolong banyak jiwa melalui pelayanan imamatnya. Ia benar-benar menjadi
imam yang kudus, sesuai dengan doa Padre Pio untuknya saat ditahbiskan…
---
Giovanni Gigliozzi, seorang jurnalis,
penulis, dan penyiar radio terkenal, bekerja dan tinggal di Roma. Giovanni
memiliki kasih yang besar terhadap Padre Pio, dan sebaliknya, Padre Pio juga
memiliki kasih yang besar kepadanya. Refleksi rohani Giovanni yang indah dan
tulisan-tulisannya disajikan dalam beberapa publikasi awal yang dikeluarkan
oleh biara Bunda yang Terberkati di San Giovanni Rotondo. Giovanni selalu
menunggu untuk bertemu dan menghadiri Misa yang dipimpin oleh Padre Pio kapan
pun ia memiliki waktu senggang.
Untuk
waktu yang lama, Giovanni mengalami sakit kepala migren (sakit kepala sebelah).
Dalam sebuah kesempatan, sesaat sebelum ia melakukan siaran radio di Roma, ia
mengalami migren berat. Ia tahu dari pengalaman, bahwa sakit kepala ini akan
terus berlangsung untuk waktu yang lama. Ia memberitahu direkturnya bahwa ia
tidak dapat menjalani siaran di hari itu. “Namun anda tetap harus menjalankan
program itu !” begitu kata sang direktur. “Kita tidak memiliki orang yang bisa
menggantikan anda.” Direktur membawanya ke ruangan yang memiliki sebuah dipan.
Sang direktur menyuruh Giovanni untuk berbaring dan beristirahat, dengan
harapan sakit kepalanya akan menghilang. Giovanni mengikuti saran ini,
meregangkan tubuh, menutup mata, dan berusaha untuk rileks.
Selagi
berbaring, Giovanni tiba-tiba mendengar suara asing yang terdengar seperti
suara biji Rosario yang bersentuhan. Lalu ia mendengar suara jejak kaki. Ia
membuka matanya dan sangat terkejut; ia melihat Padre Pio berdiri di sampingnya
! Padre Pio sedang menatap Giovanni dalam-dalam. Giovanni sangat terkejut
dengan kemunculan tiba-tiba Padre Pio sehingga ia berteriak. Dalam pikirannya,
ia membayangkan ajal sudah dekat sehingga Padre Pio datang ke sana dan
bertujuan membimbingnya ke dunia selanjutnya. Padre Pio tersenyum dan
meletakkan tangannya di kepala Giovanni untuk memberi berkat. Segera
setelahnya, beliau menghilang. Giovanni lalu menyadari bahwa migren yang
menganggunya sudah hilang. Ia dapat melanjutkan jadwal siaran radionya hari
itu.
Dalam
kesempatan selanjutnya Giovanni mengunjungi biara Bunda yang Terberkati, Padre
Pio menyambutnya dan berkata, “Omong-omong, bagaimana sakit kepala yang
mengganggumu?” “Saya merasa benar-benar sehat sekarang, terima kasih karena
menemani saya saat itu,” jawab Giovanni. “Oohhh, itu cuma halusinasi,” jawab
Padre Pio sambil tersenyum. Ini merupakan cara Padre Pio membenarkan Giovanni bahwa beliau memang
datang menyembuhkan Giovanni.
Walaupun
saya diberikan kehormatan dengan keberadaannya untuk waktu yang lama, secara
garis besar saya tidak tahu apa-apa tentang Padre Pio… Dan jika saya tidak
memahami beliau, percayalah, tidak semuanya karena salah saya. Padre Pio
memiliki talenta khusus untuk menyembunyikan dirinya. Beliau sangat rendah
hati, namun dengan penuh kecerdikan, saya berani berkata, dengan keceriaan.
Walaupun beliau memiliki begitu banyak kebajikan, beliau tidak pernah membebani
orang-orang yang ada di sekitarnya. –Giovanni Gigliozzi
---
Martha Gemsch telah mendevosikan diri
kepada Padre Pio untuk waktu yang lama. Martha memiliki saudari bernama Lisa
yang berencana melakukan perjalanan misi. Lisa, yang adalah seorang teknisi
x-ray, adalah seorang yang memiliki belask kasih yang besar terhadap sesama.
Lisa ingin membawa teknologi modern dalam profesinya ke India dan negara dunia
ketiga lainnya. Ia berbicara kepada Padre Pio tentang rencananya, Padre Pio
menasehati untuk tidak melakukan rencananya itu. Tetapi ia tidak mengindahkan saran
Padre Pio dan tetap mengikuti kata hatinya.
Lisa
sedang berada di kota Dar es Salaam di Afrika Timur ketika ia mengalami
kecelakaan parah. Ia meninggal di rumah sakit sehari setelah kecelakaan. Hari
Lisa meninggal adalah hari pertama Padre Pio mulai menerima pengakuan dosa lagi
setelah masa vakumnya yang cukup lama karena sakit. Hari itu, Martha, saudari
Lisa, berada di biara Bunda segala Rahmat. Ia menyadari bahwa Padre Pio tampak
tidak seperti dirinya. Beliau cenderung diam sepanjang hari dan nampak sedih.
Menurut
dokter, Lisa meninggal dengan senyum di wajahnya, walaupun ia meninggal
sendirian tanpa ditemani keluarga atau temannya. Seorang biarawati yang bekerja
di rumah sakit berbicara kepada Martha, bahwa Padre Pio telah datang
mengunjungi Lisa dalam bilokasi. Padre Pio berkata kepada Martha, “Saya merasa
sangat sedih atas apa yang terjadi kepada Lisa, namun saya berada di sana untuk
menemaninya,” Martha sangat terhibur mengetahui bahwa saudarinya ditemani oleh
Padre Pio dalam sakrat mautnya..
---
Tony Collete dari Houston yang berusia
20 tahun mengalami penyakit langka yang menyerang otot dan sistem sarafnya. Ia
hidup dalam rasa sakit yang berkepanjangan. Ia menggunakan penahan di kedua
kaki dan punggungnya yang lemah. Walaupun dengan bantuan penopang, sangat sulit
bagi Tony untuk berjalan. Ia telah melalui beberapa operasi, namun kondisinya
tidak membaik. Dokter akhirnya memberitahu Tony bahwa tidak ada hal lain yang
dapat dilakukan untuk memperbaiki kondisinya.
Pada
tahun 1973, Tony melihat seorang biarawan Capuchin masuk ke dalam ruangannya.
Ia mengenali biarawan itu sebagai Padre Pio. Ia memiliki devosi yang kuat
terhadap Padre Pio dan telah berdoa mohon pertolongannya dalam beberapa tahun
ini. Padre Pio tersenyum kepada Tony dan berkata, “Saya ingin membantumu.
Jangan takut,” Pada saat itu, Tony merasakan getaran yang sangat kuat di
seluruh tubuhnya. Ia merasakan keberadaan Tuhan di ruangan itu. Lalu ia
menyadari bahwa ia tidak lagi merasakan sakit. Tony disembuhkan dari
penyakitnya secara permanen.
---
Padre
Pio dan teman-teman dari Irlandia
Pada 1867, bruder Fransiskan Pius McLaughlin dari Derry, Irlandia menerima kehormatan untuk
menghadiri Rapat Umum Ordo Fransiskan yang diadakan di Assisi, Italia. Tanggung
jawabnya menjadi penterjemah para Provinsial dari negara yang berbahasa Inggris yang datang
dari berbagai belahan dunia.
Satu
hari, tiga dari provinsial tersebut ingin menemui Padre Pio dan meminta Bruder
Pius untuk membuatkan perjanjian. Ia berkunjung ke San Giovanni Rotondo bersama
mereka dan diajak bermalam di biara. Bruder Pius mendapat kesempatan untuk
melakukan pengakuan dosa kepada Padre Pio; sebuah pengalaman yang ia katakan
“mengubah hidupnya selamanya”.
Setelah
Bruder Pius selesai dengan pengakuannya, terdapat jeda hening yang cukup lama.
Akhirnya Padre Pio berkata kepadanya, “Anda tidak memberitahu saya bahwa anda
adalah bruder Fransiskan,” Bruder Pius sangat terkejut akan kata-katanya. Tidak
terpikir baginya untuk memberitahu Padre Pio bahwa ia adalah seorang bruder,
bukan karena ia ingin menutupinya. Kenyataan bahwa Padre Pio mengetahuinya
membuatnya terkejut.
Kemudian
Padre Pio berkata, “Maukah anda mengatakan kepada saya masalah anda dan apa
yang akan anda lakukan terhadapnya?” Bruder Pius tidak yakin akan apa yang
dibicarakan Padre Pio dan masih kehilangan kata-kata. Ia mulai berkeringat
dingin dan ketakutan. Akhirnya ia berkata, “Saya tidak memiliki masalah.” Padre
Pio menjawab dengan berkata, “Namun anda memiliki masalah.” Bruder Pius kembali
mengulangi bahwa ia tidak memiliki masalah, namun Padre Pio kembali menjawab
kalau ia memiliki masalah. Tiba-tiba, muncul di kepala Bruder Pius sebuah
pikiran, “Sebenarnya, ada sesuatu yang telah mengusik saya. Selama ini saya
ingin menjadi pastor, namun saya khawatir saya akan ditolak.”
Padre
Pio mendukung Bruder Pius akan panggilannya, dan berkata, “Berdoalah kepada
Bapa dengan sepenuh hatimu dan mintalah bimbingan-Nya. Saya menyarankan agar
anda bertanya kepada superior anda.” Minggu depannya, Bruder Pius kembali ke
Assisi untuk bicara kepada superiornya tentang keinginannya belajar menjadi
seorang Imam. Sang superior terkejut dan menjelaskan kepada Bruder Pius bahwa
mungkin akan ada kendala yang menghalanginya. Akan ada pula tahun-tahun panjang
untuk studi. Di provinsi Irlandia tempat Bruder Pius ditugaskan belum ada
bruder yang menjadi pastor yang ditahbiskan. Bruder Pius sangat terdorong untuk
melakukan yang terbaik. Ia diterima di seminari dan memulai studinya. Ia
ditahbiskan menjadi pastor Fransiskan pada tahun 1973.
---
Sebuah
Doa
Bapa
yang terkasih, bantulah saya melepaskan dari pikiran saya, semua pemikiran,
pendapat, dan perasaan yang tidak
berkenan bagi-Mu. Berkatilah agar saya
dapat mengisi hari-hari dengan bekerja dengan sukacita sesuai dengan
kehendak-Mu. Bantulah dan sertai saya hari ini : dalam jam kerja yang panjang,
agar saya tidak menjadi lemah dan lelah
melayani-Mu. Dalam percakapan, jauhkan dari percakapan yang buruk. Di saat ada
kekhawatiran dan kekecewaan, agar saya dapat bersabar terhadap diri saya
sendiri dan orang-orang di sekitar saya. Di saat-saat kelelahan dan sakit,
supaya saya senantiasa memikirkan orang lain ketimbang diri saya sendiri. Di
dalam godaan, berkatilah supaya saya tetap setia, supaya ketika hari berakhir,
saya diperbolehkan berbaring di kaki-Mu,
bersama segala keberhasilan yang adalah milikMu, dan dengan semua kegagalan
saya, bantulah agar saya menyadari hidup itu adalah nyata, penuh kedamaian
serta penuh berkat saat kujalani bersama Engkau yang selalu bersemayam di hati
ku…. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar