Selasa, 15 Juli 2014

Padre Pio: Seorang Perantara yang Luar Biasa



Padre Pio: Seorang Perantara yang Luar Biasa



Yvette Levasseur mengalami kesedihan dan kesulitan yang besar di masa mudanya. Kedua orang tuanya tiada ketika ia masih anak-anak. Sepeninggal kedua orangtuanya, Yvette diadopsi oleh paman dan bibinya dan berpindah ke Paris, Perancis. Paman dan bibi Yvette memiliki bisnis kecil di daerah perkotaan Paris di mana mereka membuat sepatu untuk orang-orang cacat. Yvette lalu belajar berdagang dan mampu membantu paman bibinya mengurus toko sepatu mereka.

Bibi Yvette meninggal karena kanker ketika Yvette berusia enam belas tahun, disusul oleh pamannya dua tahun kemudian. Yvette lalu hidup sendirian di kota Paris yang sibuk; ia mendapatkan kekuatan dari menghadiri Misa harian di gereja Bunda Kemenangan.

Sepeninggal paman dan bibinya, Yvette melanjutkan membuat sepatu. Ia tinggal sendirian di ruangan kecil di atas toko sepatunya. Bisnis tidak berjalan dengan lancar, dan oleh karena itu hidup Yvette sangat pas-pasan bahkan untuk membeli keperluan sehari-hari. Suatu waktu, susu dan roti adalah satu-satunya bahan makanan yang bisa dibelinya. Suatu hari Yvette melihat buku Padre Pio di toko buku gereja Bunda Kemenangan. Buku itu nampak sangat menarik sehingga akhirnya Yvette membeli buku tersebut. Setelah membaca buku itu, Yvette memiliki keinginan besar untuk mengunjungi Padre Pio di San Giovanni Rotondo. Namun ia tahu itu adalah hal yang mustahil karena ia tidak memiliki uang yang cukup untuk bepergian. Sungguh beruntung, tak lama setelah itu, Yvette bertemu dengan pasangan yang juga ingin berkunjung ke San Giovanni Rotondo. Pasangan tersebut mengajak Yvette untuk pergi dengan mereka; dan dengan senang hati ia menyetujuinya. Pada tahun 1958, Yvette menghadiri Misa kudus Padre Pio dan mengalami apa yang ia sebut “suatu kebesaran sejati” dari kehadiran Padre Pio.

Setelah Yvette kembali ke Paris, ia menulis surat mohon bantuan doa kepada Padre Pio dan lalu dibalas oleh Padre Pio yang menyampaikan bahwa ia mendoakan Yvette. Tidak lama kemudian, Yvette ditawari pekerjaan oleh seorang perempuan yang ingin Yvette untuk menjaga dan menemani keluarganya dalam perjalanan dua bulan menuju Savoia dan untuk mengajar kedua anak wanita tersebut. Yvette berpikir bahwa pekerjaan ini menguntungkan baginya, namun setelah ia menulis surat kepada Padre Pio, jawaban Padre Pio adalah untuk menolak pekerjaan tersebut dan tetap tinggal di Paris. Yvette menuruti saran ini.

Sementara itu, bisnis sepatu Yvette terus menurut. Yvette memutuskan bawa lebih baik ia menjual bisnisnya dan mendapatkan uang dari hasil menjual bisnis tersebut daripada harus terus mengusahakan bisnis yang terus menurun dan mungkin malah bisa kehilangan semua uangnya. Yvette kembali menulis surat kepada Padre Pio yang dijawab dengan “tidak”. Yvette mengikuti saran tersebut dan tidak menjual bisnisnya.

Kesempatan ketiga datang dalam bentuk wanita yang menawari Yvette untuk bekerja sebagai asisten di butiknya di Luxembourg. Bagi Yvette, ini tampak sebagai suatu kesempatan emas. Ini artinya ia harus meninggalkan Paris, tetapi Yvette tidak keberatan. Sudah terbukti bahwa hidup di Paris terlalu sulit baginya. Untuk ketiga kalinya ia bertanya kepada Padre Pio, dan untuk ketiga kalinya jawaban Padre Pio adalah “tidak”. Yvette memutuskan untuk mengikuti saran dari Padre Pio tersebut. Tidak lama setelah itu, Yvette bertemu dengan seorang pria baik hati yang bernama Maurice. Mereka pun menikah. Ternyata, tidak berapa lama sebelum mereka menikah, Maurice mendapat warisan bisnis menguntungkan dari salah seorang keluarganya. Karena warisan tersebut, Yvette dan Maurice dapat hidup berkecukupan. Kesulitan finansial yang selama ini selalu dialami Yvette akhirnya dapat teratasi. Tidak lama kemudian mereka memiliki seorang anak laki-laki. Yvette kembali ke San Giovanni Rotondo untuk berterimakasih pada Padre Pio akan doa-doa dan berkat yang diberikan kepadanya --suami dan putranya. Yvette kemudian dianugerahi dua anak lagi.

Ketika Yvette mengingat kembali semua yang terjadi kepadanya, ia sadar bahwa jika ia meninggalkan Paris, ia tidak akan bertemu dengan suaminya yang luar biasa; Maurice. Jika ia mengiyakan tawaran-tawaran yang ada, ia pasti akan meninggalkan Paris. Jika ia meninggalkan Paris, hidupnya tidak akan menjadi seperti ini. Yvette sangat bahagia ia telah mengikuti saran Padre Pio.

Setelah kehilangan kedua orangtuanya, paman dan bibinya ketika ia masih muda, Yvette memiliki keinginan besar untuk memiliki keluarganya sendiri karena ia telah mengalami kesepian dan kesendirian. Ia paham betapa berharganya keluarga. Keluarga yang baik adalah dari Tuhan. Yvette tidak akan memiliki keluarganya yang sekarang jika ia tidak mengikuti saran dari Padre Pio yang mungkin saat itu tidak ia mengerti. Akhirnya, bimbingan Padre Pio terbukti manjur.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Jika kita adalah pengikut Kristus dan menghadapi setiap ‘pertempuran’- penderitaan dalam hidup, kita juga akan berbagi kemuliaan denganNya… St. Pio dari Pietrelcina

Tahun 1947, Nicola de Vincentis bekerja sebagai kepala stasiun di stasiun kreta San Severo di Itali. Suatu pagi kaki Nicola tidak bisa digerakkan ketika ia bangun tidur dan ia jatuh ke lantai. Seluruh tubuhnya tidak bisa ia rasakan. Ia dikunjungi dan diperiksa oleh banyak dokter, namun tidak satupun dokter bisa menjelaskan penyebab penyakitnya. Akhirnya, Nicola disarankan dokter utamanya untuk berkunjung ke Roma untuk bertemu dengan neurologis terkenal, Dr. Ugo Cerletti.

Dr. Cerletti mendiagnosa Nicola sebagai virus tropis “poliradicdaneurite”. Dampak jangka panjang dari virus ini berujung akut dan Dr. Cerletti berusaha memberitahu Nicola sehalus-halusnya tanpa mematahkan hati Nicola. Ia memberitahu Nicola bahwa ia tidak akan bisa sembuh sepenuhnya dari virus ini. Dr. Cerletti percaya bahwa dengan terapi, Nicola bisa berjalan kembali suatu hari nanti, namun dengan menggunakan kruk. Sayangnya, akan mustahil bagi Nicola untuk kembali bekerja di stasiun kereta San Severo.

Nicola dipindahkan ke program terapi fisik intens yang didalamnya termasuk stimulasi galvanik, kaki, paha, lengan dan suntikan-suntikan lainnya. Perlahan-lahan, kondisi Nicola membaik seiring dengan kembalinya kemampuan untuk menggerakkan tubuhnya. Ia memiliki masalah keseimbangan yang menyebabkannya merasa pusing hampir sepanjang hari. Karena ia merasa tidak seimbang, Nicola lalu menggunakan walker untuk membantu berjalan.

Setelah tinggal selama lima bulan di klinik rehabilitasi, Nicola akhirnya dikeluarkan. Tidak lama setelah ia kembali ke rumahnya, ia terjatuh dan kaki kanannya patah. Ia harus kembali ke klinik itu lagi dan tinggal disana selama empat puluh hari. Tidak lama kemudian Foggia Administration of Health memberinya pemeriksaan fisik lengkap dan menyatakannya cacat. Ia tidak akan pernah kembali ke pekerjaannya sebagai Kepala stasiun. Keputusan itu sangat sulit bagi Nicola. Berpikir tentang kehilangan pekerjaan dan masa depan yang tidak pasti, timbul kecemasan besar dalam dirinya.

Seorang teman Nicola, Pastor Placido dari San Marco di Lamis menyarankannya untuk mengunjungi Padre Pio. Saat itu, Nicola telah menderita virus tropis tersebut selama delapan belas bulan. Sebagai usaha terakhir, ia memutuskan untuk menyetujui saran Pastor Placido untuk mengunjungi Padre Pio.

Nicola dan Pastor Placido naik bus menuju San Giovanni Rotondo. Pengemudi bus tidak mau mengantarkan mereka ke bukit di mana biara Bunda Segala Rahmat berada karena jalan ke sana kondisinya tidak baik, sehingga Nicola dan Pastor Placido harus berjalan sampai ke biara. Berpegangan erat pada lengan Pastor Placido, Nicola berusaha keras berjalan sampai ke bukit. Namun sayangnya, setelah berjalan beberapa langkah, ia kehilangan keseimbangan dan jatuh terjerembab ke tanah. Pastor Placido harus menggendong Nicola di punggungnya sampai ke atas bukit. Walaupun sudah tua, pada akhirnya Pastor Placido berhasil membawa Nicola sampai ke biara di puncak bukit.

Ketika    Nicola dan Pastor Placido sampai di biara Bunda Segala Rahmat, mereka menemukan Padre Pio sedang berjalan-jalan di taman biara. Setelah diperkenalkan ke Nicola, Padre Pio memeluknya erat. Beliau meminta Nicola untuk duduk di sebelahnya di bangku taman. Nicola lalu memberitahu Padre Pio tentang penyakitnya dan semua kesulitan yang harus dijalaninya sejak ia terinfeksi virus tropis tersebut. Keesokan harinya, Nicola dan Pastor Placido menghadiri Misa yang dipimpin oleh Padre Pio. Padre Pio membuat perjanjian khusus sehingga Nicola bisa duduk di tempat yang diletakkan sangat dekat dengan altar.

Pastor Placido dan Nicola kembali ke San Severo setelah Misa berakhir dengan menaiki bus. Pastor Placido ingin memastikan bahwa Nicola sempat mengucapkan selamat tinggal pada Padre Pio, namun sayangnya Padre Pio telah kembali ke kamarnya setelah Misa pagi dan tidak ada yang mau mengganggunya. Pastor Placido membawa Nicola ke ruangan khusus di biara dan mengetuk kamar Padre Pio. “Padre Pio, Nicola dan saya akan pulang naik bus ke San Severo. Nicola ingin mengucapkan salam perpisahan kepada Anda,” ucap Pastor Placido.
Padre Pio segera membuka pintunya. Ia memberkati Nicola dan berkata kepadanya, “Percayalah di dalam nama Tuhan. Ketika engkau kembali ke rumah, aku ingin engkau naik sepedamu. Setelah itu, mintalah pemeriksaan medis dari Central Administration of Health di Roma.”
Nicola memikirkan dalam-dalam kata-kata Padre Pio. Saran yang diberikan oleh Padre Pio tampak sangat aneh baginya; ia yakin ia tidak akan bisa naik sepeda lagi, ia bahkan tidak bisa naik ke bukit ke biara Bunda Segala Rahmat. Nicola masih memiliki masalah dengan keseimbangannya. Padre Pio pasti bercanda tentang sarannya mengendarai sepeda! Namun Nicola tahu bahwa Padre Pio tidak bercanda. Beliau benar-benar serius.

Dalam perjalanan kembali ke San Severo, Pastor Placido dan Nicola berdiskusi tentang masalah tersebut. Pastor Placido telah mengenal Padre Pio untuk waktu yang sangat lama, dan ia memiliki kepercayaan penuh kepada Padre Pio. Pastor Placido mendukung Nicola untuk melaksanakan apa yang disarankan Padre Pio. “Padre Pio memintamu untuk percaya dalam nama Tuhan. Kamu harus mengikuti sarannya. Berdoalah juga. Ia memiliki alasannya tersendiri untukmu mengendarai sepeda. Menurutku kamu harus mengikuti saran yang beliau berikan,” katanya.
Nicola berdoa mohon penyertaan. Setelah berdoa, ia merasakan dukungan iman dan kepercayaan akan Padre Pio. Ia memutuskan untuk mengikuti saran Padre Pio yang aneh tersebut.

Sesampainya di rumah, Nicola mengeluarkan sepedanya. Ia menunggu sampai larut malam sampai semua tetangganya sudah masuk ke rumah masing-masing. Ia tidak ingin dilihat orang lain. Ia naik ke sepedanya dan mengendarai sepeda seratus yard jauhnya sebelum ia terjatuh. Nicola terjatuh sangat keras, ia hampir kehilangan kesadaran. Takut ia sekarat, Nicola berdoa dan memohon pertolongan kepada Tuhan. Tiba-tiba, ia merasa diangkat dan didudukkan kembali ke sepedanya. Namun bagaimana mungkin itu terjadi? Ia sendirian, tidak ada siapa-siapapun di sana. Kembali ke sepedanya, ia merasa ia bisa menginjak pedal dengan mudah. Sendi-sendinya terasa fleksibel dan mudah digerakkan. Semua kaku-kaku yang tadinya dirasakannya hilang dan tiba-tiba Nicola merasa sangat  kuat dan berenergi. Keseimbangannya juga kembali. Di saat itu ia tahu bahwa ia telah disembuhkan.

Seperti yang telah disarankan Padre Pio, Nicola kembali ke Health Administration of Rome dan meminta pemeriksaan medis sekali lagi. Para dokter dan neurologis memeriksanya dibawah awasan Dr. Ugo Cerletti. Mereka semua heran dan terkagum-kagum atas kondisi Nicola. Setelah melewati beberapa pemeriksaan Nicola dinyatakan mampu untuk melanjutkan pekerjaannya. Ia kembali pada pekerjaannya sebagai master stasiun di San Severo dan bekerja disana hingga umur pensiunnya. Ia tetap sehat dan tidak pernah terjangkit virus tropis lagi. Ia tetap menjadi anak rohani yang sangat berdevosi pada Padre Pio sepanjang hidupnya.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kami bertemu dengan Pastor Jim Muntz saat ibadat pagi. Pastor Jim Muntz telah mengunjungi San Giovanni Rotondo sebanyak empat kali dan menjadi seorang pastor atas dorongan Padre Pio. Berikut testimoninya:

Saya lahir di Brooklyn, New York dan dibesarkan di Long Island. Suatu waktu saya mendengar tentang Padre Pio dan saya memiliki keinginan besar untuk bertemu dengannya.  Saya lalu mempelajari bahasa Itali supaya dapat berkomunikasi dengan Padre Pio.

Pertama kali saya mengunjungi San Giovanni Rotondo dan berjalan ke arah Gereja Bunda Segala Rahmat, saya mencium bau darah yang sangat kuat. Saya menghadiri Misa yang dipimpin oleh Padre Pio dan saya sangat tertarik dengan cara Padre Pio membawakan Misa. Setelah Misa berakhir, saya mengantri untuk mengaku dosa kepada Padre Pio. Pengakuan dosa dilakukan di sakristi gereja. Sewaktu sedang mengantri saya mendengar Padre Pio berteriak kepada seorang pemuda yang sedang mengaku dosa. “Apa yang kau bilang telah kau lakukan?” Kami semua yang sedang berada di barisan antrian merasa kasihan pada pemuda tersebut.
Saya merasa sangat gugup ketika tiba saatnya untuk mengaku dosa. Padre Pio sangat tenang ketika mendengar pengakuan dosa saya yang tidak berlangsung lebih dari beberapa menit. Saya mengungkapkan keinginan saya untuk menjadi pastor. Saya ingin tahu apa yang Padre Pio akan katakan mengenai keinginan saya untuk masuk biara. “Ya, anda harus menjadi pastor,” begitu kata beliau. “Pergilah menghadap Uskup dan mintalah untuk ditahbiskan.” Saya adalah seorang pemalu. Saya tidak memiliki kepercayaan diri untuk menghadap kepada Bapa Uskup, namun dengan saran dari Padre Pio saya akhirnya mengahadap kepada Bapa Uskup dan setelah menyelesaikan semua persyaratan, saya ditahbiskan menjadi seorang pastor.

Sebelum Misa, Padre Pio selalu melepas sarung tangannya. Terkadang, kerak luka dari stigmata di kedua tangannya akan terlepas dan jatuh ke lantai ketika beliau melepas sarung tangannya. Orang-orang yang berada disekitar akan berebutan untuk mengambil kerak luka yang jatuh di lantai tersebut.

Padre Pio jarang sekali memperbolehkan orang lain menemaninya jika mereka adalah pendosa, memiliki gaya hidup yang tidak benar dan tidak ada keinginan untuk berubah. Seringkali beliau meminta orang pergi dengan tegas. Banyak yang merasa tersinggung, namun kebanyakan orang kembali datang menemui Padre Pio. Ia benar-benar dituntun oleh Bapa; ia diberikan karunia untuk dapat membaca hati orang, melihat masa depan, dan mengusir roh jahat. Ketika ia memberikan nasihat kepada orang, Padre Pio selalu berbicara dengan tegas; ia tidak mau mengulangi kata-katanya.

Saya pergi ke San Giovanni Rotondo sebanyak empat kali. Dalam setiap kesempatan saya bisa melakukan pengakuan dosa kepada Padre Pio. Ketika sedang berada di San Giovanni Rotondo saya mengunjungi seorang wanita bernama Mary Pyle. Mary tinggal di sebuah rumah yang terletak di dekat biara dan ia telah mendedikasikan hidupnya untuk Padre Pio. Mary adalah anggota dari Ordo Ketiga Santo Fransiskus. Ia banyak bercerita kepada saya tentang Ordo Ketiga. Saya merasa terinspirasi oleh kata-kata Mary, dan dengan dukungan darinya saya menjadi anggota Ordo Ketiga Santo Fransiskus.

Banyak orang yang datang menemui Padre Pio untuk meminta penyembuhan dari penyakit mereka. Padre Pio sering menceritakan tentang sahabatnya, Pietruccio Cugino, yang beliau jadikan sebagai teladan untuk diikuti yang lain. Pietruccio buta, namun ia tidak pernah meminta Padre Pio untuk menyembuhkannya. Setiap pagi saat Misa, Padre Pio memperbolehkan Pietruccio untuk duduk dekat dengan altar. Padre Pio merasa kebanyakan orang disana hanya meminta kesembuhan fisik. Suatu kali Padre Pio berkata, “Banyak sekali yang datang ke San Giovanni Rotondo meminta kesembuhan. Sedikit sekali yang datang untuk meminta rahmat untuk mampu memikul salib mereka.”

Saya menderita sebuah penyakit yang tidak dapat didiagnosa ketika saya mengunjungi Padre Pio di San Giovanni Rotondo. Saya tidak disembuhkan dari penyakit saya, namun saya menerima lebih dari sekedar kesembuhan fisik. Seiring berjalannya waktu, saya menyadari kebesaran rohani  sejati dari Padre Pio. Saya telah membaca lebih dari tiga puluh buku mengenai hidupnya. Saya tidak mengenal santo lain dalam sejarah yang telah diberikan karunia spiritual lebih dari yang diberikan Allah Bapa kepada Padre Pio. Saya menyadari betapa terberkatinya saya karena dapat bertemu dengan Padre Pio.

-Pastor Jim Muntz

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


Pastor Peter Rookey, OSM baru-baru ini menceritakan tentang perjalanannya mengunjungi Padre Pio di awal tahun 1950-an. Berikut adalah kisahnya:

Saya bergabung dengan Ordo Pelayan Maria (Servites) dan ditahbiskan pada 17 Mei, 1941. Pada tahun 1945 saya ditugaskan menjadi Asisten Jendral Ordo Servites. Saya dikirim ke Roma dan melaksanakan tugas ini selama enam tahun. Dua kali saya berkunjung ke San Giovanni Rotondo untuk mengunjungi Padre Pio dan melakukan pengakuan dosa. Saya bisa berbahasa Itali dan saya senang karena tidak ada lagi kendala bahasa. Saya juga ingin bercakap-cakap dengan Padre Pio tentang banyak permasalahan yang saya jumpai sebagai Asisten Jendral. Saya merasa Padre Pio bisa membantu permasalahan ini.

Padre Pio memang banyak membantu saya. Ia memberikan nasihat yang tidak akan pernah saya lupakan sampai bertahun-tahunn setelahnya, “Selalu, dan dalam setiap kesempatan, taatlah terhadap atasanmu.” Padre Pio selalu mengatakan hal-hal yang mudah dimengerti namun dipenuhi kebijaksanaan.

Dalam kesempatan-kesempatan saya mengunjungi San Giovanni Rotondo, Padre Pio memimpin Misa di samping altar Santo Fransiskus di biara Bunda Segala Rahmat. Ketika sudah saatnya Misa untuk dimulai, Padre Pio keluar dari sakristi dengan dua orang Imam Kapusin di kedua sisinya. Keduanya berada disana untuk melindungi Padre Pio. Padre Pio memimpin Misa dengan sangat perlahan dan banyak jeda hening. Beberapa kali ia mengalami ekstase dan tidak bergerak sama sekali.

Saya membuat perjanjian dengan kedua Kapusin itu bahwa saya akan memimpin Misa setelah Misa yang dipimpin oleh Padre Pio selesai. Ketika Misa berakhir, kedua Kapusin kembali berdiri di sisi kanan dan kiri Padre Pio dan mengiringnya sampai ke sakristi. Altar samping Santo Fransiskus begitu sederhana; kain altar, dua lilin, air dan anggur, dan juga salib. Setelah Padre Pio masuk ke dalam sakristi, saya menghampiri altar di mana Beliau baru saja memimpin Misa. Saya mencium wewangian mawar yang begitu wangi mengisi seluruh gereja. Wangi yang ada begitu kuat dan dalam, saya tahu itu adalah berkat yang disebarkan Padre Pio untuk semua yang menghadiri Misa itu.

-Pastor Peter Rookey, OSM

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


Ketika Pastor Carl Gismondi, FSSP ditugaskan sebagi pastor paroki Santa Anna di San Diego, ia mengatur suatu persekutuan doa Padre Pio. Siapa yang datang ke persekutuan tersebut menerima berkah. Baru-baru ini kami mengetahui bahwa Pastor Gismondi menerima berkah yang sangat indah. Ini adalah testimoninya:

Saya sedang mendengarkan pengakuan di paroki Santa Anna di suatu hari di musim panas. Hari itu cuaca terasa sangat panas. Kami tidak memiliki pendingin di paroki, dan kadang musim panas bisa terasa sangat tidak nyaman. Di ruang pengakuan, udara bisa terasa lebih pengap lagi.

Ruang pengakuan dibangun dengan kekedapan penuh agar suara dari dalam tidak bisa didengar dari luar sebagai bentuk privasi pengaku dosa. Artinya, ruangan ini juga kedap udara. Di hari yang panas ini, dengan suhu yang sangat tidak nyaman, saya tiba-tiba merasa tiupan angin yang sangat sejuk dari atas ruangan pengakuan. Angin sejuk ini turun dari atas, sisi samping bilik pengakuant tidak terkena angin ini.

Saya terkejut dengan angin sejuk dan lembut ini. Sebelum saya menjadi pastor, saya adalah seorang insinyur. Dari sudut pandang seorang insinyur, saya bingung, bagaimana mungkin angin bisa turun di dalam bilik pengakuan yang kedap udara. Saya berusaha menarik teori namun saya tidak bisa menemukan penjelasan apapun.

Setelah Misa, saya disapa oleh orang-orang yang mau pulang dari gereja, dan seorang wanita menghampiri saya. “Pastor, saya merasa kasihan kepada anda ketika mendengarkan saya mengaku dosa tadi. Hari sedang sangat panas sehingga saya tahu pasti anda merasa sangat tidak nyaman di bilik pengakuan. Saya berdoa kepada Padre Pio untuk anda. Saya berdoa; Padre Pio, tolong kirimkan angin sejuk untuk Pastor Gismondi supaya ia bisa lebih nyaman mendengarkan pengakuan-pengakuan.”

-Pastor Carl Gismondi, FSSP


Sumber :
http://padrepiodevotions.org/pray-hope-and-dont-worry-issue-42-january-march-2010/


Tidak ada komentar:

Posting Komentar