Padre Pio: Seorang Perantara yang Luar Biasa
Yvette Levasseur
mengalami kesedihan dan kesulitan yang besar di masa mudanya. Kedua orang
tuanya tiada ketika ia masih anak-anak. Sepeninggal kedua orangtuanya, Yvette
diadopsi oleh paman dan bibinya dan berpindah ke Paris, Perancis. Paman dan
bibi Yvette memiliki bisnis kecil di daerah perkotaan Paris di mana mereka
membuat sepatu untuk orang-orang cacat. Yvette lalu belajar berdagang dan mampu
membantu paman bibinya mengurus toko sepatu mereka.
Bibi Yvette
meninggal karena kanker ketika Yvette berusia enam belas tahun, disusul oleh
pamannya dua tahun kemudian. Yvette lalu hidup sendirian di kota Paris yang
sibuk; ia mendapatkan kekuatan dari menghadiri Misa harian di gereja Bunda
Kemenangan.
Sepeninggal paman
dan bibinya, Yvette melanjutkan membuat sepatu. Ia tinggal sendirian di ruangan
kecil di atas toko sepatunya. Bisnis tidak berjalan dengan lancar, dan oleh
karena itu hidup Yvette sangat pas-pasan bahkan untuk membeli keperluan
sehari-hari. Suatu waktu, susu dan roti adalah satu-satunya bahan makanan yang
bisa dibelinya. Suatu hari Yvette melihat buku Padre Pio di toko buku gereja
Bunda Kemenangan. Buku itu nampak sangat menarik sehingga akhirnya Yvette
membeli buku tersebut. Setelah membaca buku itu, Yvette memiliki keinginan
besar untuk mengunjungi Padre Pio di San Giovanni Rotondo. Namun ia tahu itu
adalah hal yang mustahil karena ia tidak memiliki uang yang cukup untuk bepergian.
Sungguh beruntung, tak lama setelah itu, Yvette bertemu dengan pasangan yang
juga ingin berkunjung ke San Giovanni Rotondo. Pasangan tersebut mengajak
Yvette untuk pergi dengan mereka; dan dengan senang hati ia menyetujuinya. Pada
tahun 1958, Yvette menghadiri Misa kudus Padre Pio dan mengalami apa yang ia
sebut “suatu kebesaran sejati” dari kehadiran Padre Pio.
Setelah Yvette
kembali ke Paris, ia menulis surat mohon bantuan doa kepada Padre Pio dan lalu
dibalas oleh Padre Pio yang menyampaikan bahwa ia mendoakan Yvette. Tidak lama
kemudian, Yvette ditawari pekerjaan oleh seorang perempuan yang ingin Yvette
untuk menjaga dan menemani keluarganya dalam perjalanan dua bulan menuju Savoia
dan untuk mengajar kedua anak wanita tersebut. Yvette berpikir bahwa pekerjaan
ini menguntungkan baginya, namun setelah ia menulis surat kepada Padre Pio,
jawaban Padre Pio adalah untuk menolak pekerjaan tersebut dan tetap tinggal di
Paris. Yvette menuruti saran ini.
Sementara itu,
bisnis sepatu Yvette terus menurut. Yvette memutuskan bawa lebih baik ia
menjual bisnisnya dan mendapatkan uang dari hasil menjual bisnis tersebut
daripada harus terus mengusahakan bisnis yang terus menurun dan mungkin malah
bisa kehilangan semua uangnya. Yvette kembali menulis surat kepada Padre Pio
yang dijawab dengan “tidak”. Yvette mengikuti saran tersebut dan tidak menjual
bisnisnya.
Kesempatan ketiga
datang dalam bentuk wanita yang menawari Yvette untuk bekerja sebagai asisten
di butiknya di Luxembourg. Bagi Yvette, ini tampak sebagai suatu kesempatan
emas. Ini artinya ia harus meninggalkan Paris, tetapi Yvette tidak keberatan.
Sudah terbukti bahwa hidup di Paris terlalu sulit baginya. Untuk ketiga kalinya
ia bertanya kepada Padre Pio, dan untuk ketiga kalinya jawaban Padre Pio adalah
“tidak”. Yvette memutuskan untuk mengikuti saran dari Padre Pio tersebut. Tidak
lama setelah itu, Yvette bertemu dengan seorang pria baik hati yang bernama
Maurice. Mereka pun menikah. Ternyata, tidak berapa lama sebelum mereka
menikah, Maurice mendapat warisan bisnis menguntungkan dari salah seorang
keluarganya. Karena warisan tersebut, Yvette dan Maurice dapat hidup
berkecukupan. Kesulitan finansial yang selama ini selalu dialami Yvette
akhirnya dapat teratasi. Tidak lama kemudian mereka memiliki seorang anak
laki-laki. Yvette kembali ke San Giovanni Rotondo untuk berterimakasih pada
Padre Pio akan doa-doa dan berkat yang diberikan kepadanya --suami dan
putranya. Yvette kemudian dianugerahi dua anak lagi.
Ketika Yvette
mengingat kembali semua yang terjadi kepadanya, ia sadar bahwa jika ia
meninggalkan Paris, ia tidak akan bertemu dengan suaminya yang luar biasa;
Maurice. Jika ia mengiyakan tawaran-tawaran yang ada, ia pasti akan
meninggalkan Paris. Jika ia meninggalkan Paris, hidupnya tidak akan menjadi
seperti ini. Yvette sangat bahagia ia telah mengikuti saran Padre Pio.
Setelah
kehilangan kedua orangtuanya, paman dan bibinya ketika ia masih muda, Yvette
memiliki keinginan besar untuk memiliki keluarganya sendiri karena ia telah
mengalami kesepian dan kesendirian. Ia paham betapa berharganya keluarga.
Keluarga yang baik adalah dari Tuhan. Yvette tidak akan memiliki keluarganya
yang sekarang jika ia tidak mengikuti saran dari Padre Pio yang mungkin saat
itu tidak ia mengerti. Akhirnya, bimbingan Padre Pio terbukti manjur.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Jika kita adalah pengikut Kristus dan
menghadapi setiap ‘pertempuran’- penderitaan dalam hidup, kita juga akan
berbagi kemuliaan denganNya… St. Pio dari Pietrelcina
Tahun 1947,
Nicola de Vincentis bekerja sebagai kepala stasiun di stasiun kreta San Severo
di Itali. Suatu pagi kaki Nicola tidak bisa digerakkan ketika ia bangun tidur
dan ia jatuh ke lantai. Seluruh tubuhnya tidak bisa ia rasakan. Ia dikunjungi
dan diperiksa oleh banyak dokter, namun tidak satupun dokter bisa menjelaskan
penyebab penyakitnya. Akhirnya, Nicola disarankan dokter utamanya untuk
berkunjung ke Roma untuk bertemu dengan neurologis terkenal, Dr. Ugo Cerletti.
Dr. Cerletti
mendiagnosa Nicola sebagai virus tropis “poliradicdaneurite”. Dampak jangka
panjang dari virus ini berujung akut dan Dr. Cerletti berusaha memberitahu
Nicola sehalus-halusnya tanpa mematahkan hati Nicola. Ia memberitahu Nicola
bahwa ia tidak akan bisa sembuh sepenuhnya dari virus ini. Dr. Cerletti percaya
bahwa dengan terapi, Nicola bisa berjalan kembali suatu hari nanti, namun
dengan menggunakan kruk. Sayangnya, akan mustahil bagi Nicola untuk kembali
bekerja di stasiun kereta San Severo.
Nicola
dipindahkan ke program terapi fisik intens yang didalamnya termasuk stimulasi
galvanik, kaki, paha, lengan dan suntikan-suntikan lainnya. Perlahan-lahan,
kondisi Nicola membaik seiring dengan kembalinya kemampuan untuk menggerakkan
tubuhnya. Ia memiliki masalah keseimbangan yang menyebabkannya merasa pusing
hampir sepanjang hari. Karena ia merasa tidak seimbang, Nicola lalu menggunakan
walker untuk membantu berjalan.
Setelah tinggal
selama lima bulan di klinik rehabilitasi, Nicola akhirnya dikeluarkan. Tidak
lama setelah ia kembali ke rumahnya, ia terjatuh dan kaki kanannya patah. Ia
harus kembali ke klinik itu lagi dan tinggal disana selama empat puluh hari.
Tidak lama kemudian Foggia Administration of Health memberinya pemeriksaan
fisik lengkap dan menyatakannya cacat. Ia tidak akan pernah kembali ke
pekerjaannya sebagai Kepala stasiun. Keputusan itu sangat sulit bagi Nicola.
Berpikir tentang kehilangan pekerjaan dan masa depan yang tidak pasti, timbul
kecemasan besar dalam dirinya.
Seorang teman
Nicola, Pastor Placido dari San Marco di Lamis menyarankannya untuk mengunjungi
Padre Pio. Saat itu, Nicola telah menderita virus tropis tersebut selama
delapan belas bulan. Sebagai usaha terakhir, ia memutuskan untuk menyetujui
saran Pastor Placido untuk mengunjungi Padre Pio.
Nicola dan Pastor
Placido naik bus menuju San Giovanni Rotondo. Pengemudi bus tidak mau
mengantarkan mereka ke bukit di mana biara Bunda Segala Rahmat berada karena
jalan ke sana kondisinya tidak baik, sehingga Nicola dan Pastor Placido harus
berjalan sampai ke biara. Berpegangan erat pada lengan Pastor Placido, Nicola
berusaha keras berjalan sampai ke bukit. Namun sayangnya, setelah berjalan
beberapa langkah, ia kehilangan keseimbangan dan jatuh terjerembab ke tanah.
Pastor Placido harus menggendong Nicola di punggungnya sampai ke atas bukit.
Walaupun sudah tua, pada akhirnya Pastor Placido berhasil membawa Nicola sampai
ke biara di puncak bukit.
Ketika Nicola dan Pastor Placido sampai di biara
Bunda Segala Rahmat, mereka menemukan Padre Pio sedang berjalan-jalan di taman
biara. Setelah diperkenalkan ke Nicola, Padre Pio memeluknya erat. Beliau
meminta Nicola untuk duduk di sebelahnya di bangku taman. Nicola lalu
memberitahu Padre Pio tentang penyakitnya dan semua kesulitan yang harus
dijalaninya sejak ia terinfeksi virus tropis tersebut. Keesokan harinya, Nicola
dan Pastor Placido menghadiri Misa yang dipimpin oleh Padre Pio. Padre Pio
membuat perjanjian khusus sehingga Nicola bisa duduk di tempat yang diletakkan
sangat dekat dengan altar.
Pastor Placido
dan Nicola kembali ke San Severo setelah Misa berakhir dengan menaiki bus.
Pastor Placido ingin memastikan bahwa Nicola sempat mengucapkan selamat tinggal
pada Padre Pio, namun sayangnya Padre Pio telah kembali ke kamarnya setelah Misa
pagi dan tidak ada yang mau mengganggunya. Pastor Placido membawa Nicola ke
ruangan khusus di biara dan mengetuk kamar Padre Pio. “Padre Pio, Nicola dan
saya akan pulang naik bus ke San Severo. Nicola ingin mengucapkan salam
perpisahan kepada Anda,” ucap Pastor Placido.
Padre Pio segera
membuka pintunya. Ia memberkati Nicola dan berkata kepadanya, “Percayalah di
dalam nama Tuhan. Ketika engkau kembali ke rumah, aku ingin engkau naik
sepedamu. Setelah itu, mintalah pemeriksaan medis dari Central Administration
of Health di Roma.”
Nicola memikirkan
dalam-dalam kata-kata Padre Pio. Saran yang diberikan oleh Padre Pio tampak
sangat aneh baginya; ia yakin ia tidak akan bisa naik sepeda lagi, ia bahkan
tidak bisa naik ke bukit ke biara Bunda Segala Rahmat. Nicola masih memiliki
masalah dengan keseimbangannya. Padre Pio pasti bercanda tentang sarannya
mengendarai sepeda! Namun Nicola tahu bahwa Padre Pio tidak bercanda. Beliau
benar-benar serius.
Dalam perjalanan
kembali ke San Severo, Pastor Placido dan Nicola berdiskusi tentang masalah
tersebut. Pastor Placido telah mengenal Padre Pio untuk waktu yang sangat lama,
dan ia memiliki kepercayaan penuh kepada Padre Pio. Pastor Placido mendukung
Nicola untuk melaksanakan apa yang disarankan Padre Pio. “Padre Pio memintamu
untuk percaya dalam nama Tuhan. Kamu harus mengikuti sarannya. Berdoalah juga.
Ia memiliki alasannya tersendiri untukmu mengendarai sepeda. Menurutku kamu
harus mengikuti saran yang beliau berikan,” katanya.
Nicola berdoa
mohon penyertaan. Setelah berdoa, ia merasakan dukungan iman dan kepercayaan
akan Padre Pio. Ia memutuskan untuk mengikuti saran Padre Pio yang aneh
tersebut.
Sesampainya di
rumah, Nicola mengeluarkan sepedanya. Ia menunggu sampai larut malam sampai
semua tetangganya sudah masuk ke rumah masing-masing. Ia tidak ingin dilihat
orang lain. Ia naik ke sepedanya dan mengendarai sepeda seratus yard jauhnya
sebelum ia terjatuh. Nicola terjatuh sangat keras, ia hampir kehilangan
kesadaran. Takut ia sekarat, Nicola berdoa dan memohon pertolongan kepada
Tuhan. Tiba-tiba, ia merasa diangkat dan didudukkan kembali ke sepedanya. Namun
bagaimana mungkin itu terjadi? Ia sendirian, tidak ada siapa-siapapun di sana.
Kembali ke sepedanya, ia merasa ia bisa menginjak pedal dengan mudah.
Sendi-sendinya terasa fleksibel dan mudah digerakkan. Semua kaku-kaku yang
tadinya dirasakannya hilang dan tiba-tiba Nicola merasa sangat kuat dan berenergi. Keseimbangannya juga
kembali. Di saat itu ia tahu bahwa ia telah disembuhkan.
Seperti yang
telah disarankan Padre Pio, Nicola kembali ke Health Administration of Rome dan
meminta pemeriksaan medis sekali lagi. Para dokter dan neurologis memeriksanya
dibawah awasan Dr. Ugo Cerletti. Mereka semua heran dan terkagum-kagum atas
kondisi Nicola. Setelah melewati beberapa pemeriksaan Nicola dinyatakan mampu
untuk melanjutkan pekerjaannya. Ia kembali pada pekerjaannya sebagai master
stasiun di San Severo dan bekerja disana hingga umur pensiunnya. Ia tetap sehat
dan tidak pernah terjangkit virus tropis lagi. Ia tetap menjadi anak rohani
yang sangat berdevosi pada Padre Pio sepanjang hidupnya.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kami bertemu
dengan Pastor Jim Muntz saat ibadat pagi. Pastor Jim Muntz telah mengunjungi
San Giovanni Rotondo sebanyak empat kali dan menjadi seorang pastor atas
dorongan Padre Pio. Berikut testimoninya:
Saya lahir di
Brooklyn, New York dan dibesarkan di Long Island. Suatu waktu saya mendengar
tentang Padre Pio dan saya memiliki keinginan besar untuk bertemu dengannya. Saya lalu mempelajari bahasa Itali supaya
dapat berkomunikasi dengan Padre Pio.
Pertama kali saya
mengunjungi San Giovanni Rotondo dan berjalan ke arah Gereja Bunda Segala Rahmat,
saya mencium bau darah yang sangat kuat. Saya menghadiri Misa yang dipimpin
oleh Padre Pio dan saya sangat tertarik dengan cara Padre Pio membawakan Misa.
Setelah Misa berakhir, saya mengantri untuk mengaku dosa kepada Padre Pio.
Pengakuan dosa dilakukan di sakristi gereja. Sewaktu sedang mengantri saya
mendengar Padre Pio berteriak kepada seorang pemuda yang sedang mengaku dosa.
“Apa yang kau bilang telah kau lakukan?” Kami semua yang sedang berada di
barisan antrian merasa kasihan pada pemuda tersebut.
Saya merasa
sangat gugup ketika tiba saatnya untuk mengaku dosa. Padre Pio sangat tenang
ketika mendengar pengakuan dosa saya yang tidak berlangsung lebih dari beberapa
menit. Saya mengungkapkan keinginan saya untuk menjadi pastor. Saya ingin tahu
apa yang Padre Pio akan katakan mengenai keinginan saya untuk masuk biara. “Ya,
anda harus menjadi pastor,” begitu kata beliau. “Pergilah menghadap Uskup dan
mintalah untuk ditahbiskan.” Saya adalah seorang pemalu. Saya tidak memiliki
kepercayaan diri untuk menghadap kepada Bapa Uskup, namun dengan saran dari
Padre Pio saya akhirnya mengahadap kepada Bapa Uskup dan setelah menyelesaikan
semua persyaratan, saya ditahbiskan menjadi seorang pastor.
Sebelum Misa,
Padre Pio selalu melepas sarung tangannya. Terkadang, kerak luka dari stigmata
di kedua tangannya akan terlepas dan jatuh ke lantai ketika beliau melepas
sarung tangannya. Orang-orang yang berada disekitar akan berebutan untuk
mengambil kerak luka yang jatuh di lantai tersebut.
Padre Pio jarang
sekali memperbolehkan orang lain menemaninya jika mereka adalah pendosa,
memiliki gaya hidup yang tidak benar dan tidak ada keinginan untuk berubah.
Seringkali beliau meminta orang pergi dengan tegas. Banyak yang merasa
tersinggung, namun kebanyakan orang kembali datang menemui Padre Pio. Ia
benar-benar dituntun oleh Bapa; ia diberikan karunia untuk dapat membaca hati
orang, melihat masa depan, dan mengusir roh jahat. Ketika ia memberikan nasihat
kepada orang, Padre Pio selalu berbicara dengan tegas; ia tidak mau mengulangi
kata-katanya.
Saya pergi ke San
Giovanni Rotondo sebanyak empat kali. Dalam setiap kesempatan saya bisa
melakukan pengakuan dosa kepada Padre Pio. Ketika sedang berada di San Giovanni
Rotondo saya mengunjungi seorang wanita bernama Mary Pyle. Mary tinggal di
sebuah rumah yang terletak di dekat biara dan ia telah mendedikasikan hidupnya
untuk Padre Pio. Mary adalah anggota dari Ordo Ketiga Santo Fransiskus. Ia
banyak bercerita kepada saya tentang Ordo Ketiga. Saya merasa terinspirasi oleh
kata-kata Mary, dan dengan dukungan darinya saya menjadi anggota Ordo Ketiga
Santo Fransiskus.
Banyak orang yang
datang menemui Padre Pio untuk meminta penyembuhan dari penyakit mereka. Padre
Pio sering menceritakan tentang sahabatnya, Pietruccio Cugino, yang beliau
jadikan sebagai teladan untuk diikuti yang lain. Pietruccio buta, namun ia
tidak pernah meminta Padre Pio untuk menyembuhkannya. Setiap pagi saat Misa,
Padre Pio memperbolehkan Pietruccio untuk duduk dekat dengan altar. Padre Pio
merasa kebanyakan orang disana hanya meminta kesembuhan fisik. Suatu kali Padre
Pio berkata, “Banyak sekali yang datang ke San Giovanni Rotondo meminta kesembuhan.
Sedikit sekali yang datang untuk meminta rahmat untuk mampu memikul salib
mereka.”
Saya menderita
sebuah penyakit yang tidak dapat didiagnosa ketika saya mengunjungi Padre Pio
di San Giovanni Rotondo. Saya tidak disembuhkan dari penyakit saya, namun saya
menerima lebih dari sekedar kesembuhan fisik. Seiring berjalannya waktu, saya
menyadari kebesaran rohani sejati dari
Padre Pio. Saya telah membaca lebih dari tiga puluh buku mengenai hidupnya.
Saya tidak mengenal santo lain dalam sejarah yang telah diberikan karunia
spiritual lebih dari yang diberikan Allah Bapa kepada Padre Pio. Saya menyadari
betapa terberkatinya saya karena dapat bertemu dengan Padre Pio.
-Pastor Jim Muntz
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Pastor Peter
Rookey, OSM baru-baru ini menceritakan tentang perjalanannya mengunjungi Padre
Pio di awal tahun 1950-an. Berikut adalah kisahnya:
Saya bergabung
dengan Ordo Pelayan Maria (Servites) dan ditahbiskan pada 17 Mei, 1941. Pada
tahun 1945 saya ditugaskan menjadi Asisten Jendral Ordo Servites. Saya dikirim
ke Roma dan melaksanakan tugas ini selama enam tahun. Dua kali saya berkunjung
ke San Giovanni Rotondo untuk mengunjungi Padre Pio dan melakukan pengakuan
dosa. Saya bisa berbahasa Itali dan saya senang karena tidak ada lagi kendala
bahasa. Saya juga ingin bercakap-cakap dengan Padre Pio tentang banyak
permasalahan yang saya jumpai sebagai Asisten Jendral. Saya merasa Padre Pio
bisa membantu permasalahan ini.
Padre Pio memang
banyak membantu saya. Ia memberikan nasihat yang tidak akan pernah saya lupakan
sampai bertahun-tahunn setelahnya, “Selalu, dan dalam setiap kesempatan,
taatlah terhadap atasanmu.” Padre Pio selalu mengatakan hal-hal yang mudah
dimengerti namun dipenuhi kebijaksanaan.
Dalam
kesempatan-kesempatan saya mengunjungi San Giovanni Rotondo, Padre Pio memimpin
Misa di samping altar Santo Fransiskus di biara Bunda Segala Rahmat. Ketika
sudah saatnya Misa untuk dimulai, Padre Pio keluar dari sakristi dengan dua
orang Imam Kapusin di kedua sisinya. Keduanya berada disana untuk melindungi
Padre Pio. Padre Pio memimpin Misa dengan sangat perlahan dan banyak jeda
hening. Beberapa kali ia mengalami ekstase dan tidak bergerak sama sekali.
Saya membuat
perjanjian dengan kedua Kapusin itu bahwa saya akan memimpin Misa setelah Misa
yang dipimpin oleh Padre Pio selesai. Ketika Misa berakhir, kedua Kapusin
kembali berdiri di sisi kanan dan kiri Padre Pio dan mengiringnya sampai ke
sakristi. Altar samping Santo Fransiskus begitu sederhana; kain altar, dua
lilin, air dan anggur, dan juga salib. Setelah Padre Pio masuk ke dalam
sakristi, saya menghampiri altar di mana Beliau baru saja memimpin Misa. Saya
mencium wewangian mawar yang begitu wangi mengisi seluruh gereja. Wangi yang
ada begitu kuat dan dalam, saya tahu itu adalah berkat yang disebarkan Padre
Pio untuk semua yang menghadiri Misa itu.
-Pastor Peter
Rookey, OSM
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ketika Pastor
Carl Gismondi, FSSP ditugaskan sebagi pastor paroki Santa Anna di San Diego, ia
mengatur suatu persekutuan doa Padre Pio. Siapa yang datang ke persekutuan
tersebut menerima berkah. Baru-baru ini kami mengetahui bahwa Pastor Gismondi
menerima berkah yang sangat indah. Ini adalah testimoninya:
Saya sedang
mendengarkan pengakuan di paroki Santa Anna di suatu hari di musim panas. Hari
itu cuaca terasa sangat panas. Kami tidak memiliki pendingin di paroki, dan
kadang musim panas bisa terasa sangat tidak nyaman. Di ruang pengakuan, udara
bisa terasa lebih pengap lagi.
Ruang pengakuan
dibangun dengan kekedapan penuh agar suara dari dalam tidak bisa didengar dari
luar sebagai bentuk privasi pengaku dosa. Artinya, ruangan ini juga kedap
udara. Di hari yang panas ini, dengan suhu yang sangat tidak nyaman, saya
tiba-tiba merasa tiupan angin yang sangat sejuk dari atas ruangan pengakuan.
Angin sejuk ini turun dari atas, sisi samping bilik pengakuant tidak terkena
angin ini.
Saya terkejut
dengan angin sejuk dan lembut ini. Sebelum saya menjadi pastor, saya adalah
seorang insinyur. Dari sudut pandang seorang insinyur, saya bingung, bagaimana
mungkin angin bisa turun di dalam bilik pengakuan yang kedap udara. Saya
berusaha menarik teori namun saya tidak bisa menemukan penjelasan apapun.
Setelah Misa,
saya disapa oleh orang-orang yang mau pulang dari gereja, dan seorang wanita
menghampiri saya. “Pastor, saya merasa kasihan kepada anda ketika mendengarkan
saya mengaku dosa tadi. Hari sedang sangat panas sehingga saya tahu pasti anda
merasa sangat tidak nyaman di bilik pengakuan. Saya berdoa kepada Padre Pio
untuk anda. Saya berdoa; Padre Pio, tolong kirimkan angin sejuk untuk Pastor
Gismondi supaya ia bisa lebih nyaman mendengarkan pengakuan-pengakuan.”
-Pastor Carl
Gismondi, FSSP
Sumber :
http://padrepiodevotions.org/pray-hope-and-dont-worry-issue-42-january-march-2010/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar