Rabu, 20 Maret 2013

PERTOBATAN ATAU CONVERSIO





PERTOBATAN ATAU CONVERSIO

DIMENSI DAN TAHAPAN
MENJADI PRIBADI OTENTIK

BAHAN PERMENUNGAN REKOLEKSI RABU ABU

Komunitas Sahabat Padre Pio
Asisi, Jakarta, Rabu Abu, 13 Februari 2013





Disajikan oleh
Paulinus M. Simbolon, OFM Cap
KOMUNITAS SAHABAT PADRE PIO INDONESIA
JAKARTA 2013





1.    Pendahuluan




Dengan pertobatan atau conversio dalam percakapan ini tidaklah dimaksudkan pertama-tama sebagai tindakan ritual penerimaan Sakramen Pengampunan Dosa atau Sakramen Pendamaian.


Pengampunan Dosa atau Pendamaian melalui penyesalan dan pengakuan dosa di hadapan imam sebagai minister sakramen memang adalah salah satu wujud, tanda dan ikhtiar yang amat kuat guna mengalami transformasi dalam diri seseorang pentobat atau peniten dan melalui absolusi dianugerahkan pulihnya kembali hubungan (rekonsiliasi) dengan Tuhan Allah, sesama manusia dan bahkan alam semesta yang sempat terputus atau sekurang-kurangnya tercederai oleh dosa.


Pertobatan adalah proses, gerakan dan tindakan mengubah arah dan haluan hidup secara terus menerus dan berlangsung sepanjang hidup agar seseorang sungguh-sungguh menjadi pribadi yang otentik.


Sejatinya pertobatan atau conversio itu adalah proses yang berlangsung seumur hidup untuk menjadi pribadi yang sempurna sesuai dengan maksud Sang Pencipta. Maka, pertobatan atau conversio adalah upaya, keyakinan dan praktik dan sekaligus pergumulan yang dialami dan ditempuh untuk menjadi diri yang sejati atau semestinya sebagaimana dimaksudkan oleh Tuhan Allah sendiri pada saat Dia menciptakan setiap orang manusia.


Dalam pengalaman hidup tidak dapat dielakkan bahwa terjadilah kelemahan bahkan peristiwa jatuh bangun, terjadilah juga godaan dan praktik pengalihan hati dan pikiran dari tujuan luhur dan mulia. Pertobatan sesungguhnya mengisyaratkan proses pertumbuhan tanpa henti menuju keadaan dan kesempurnaan yang dimaksudkan oleh Tuhan Allah dari awal untuk diraih oleh setiap pribadi dalam proses menjadi manusia sempurna dan otentik. Pertobatan itu sesungguhnya adalah proses dan praktik yang berlangsung seumur hidup.


Salah satu perkataan dan ungkapan yang tandas dari Yesus Yesus Kristus akan hal ini adalah : ”Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Sedangkan barang siapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga. Dan barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku.” (Mat 18:3-5).


Yesus menandaskan bahwa upaya perbaikan diri dan penemuan jati diri itu mesti terus-menerus dijalankan sampai seseorang itu menjadi sempurna dan otentik sebagaimana Bapa di surga sempurna adanya. Santo Augustinus mengungkapkannya dengan sangat indah dalam doanya : ”Gelisah dan resahlah hati kami sebelum beristirahat dalam Engkau ya Tuhan...”.


Tujuan percakapan kita pada kesempatan dan peristiwa ini dengan seluruh tahapan dan muatannya adalah bagaimana menjadi pribadi otentik yang sekaligus berisikan kenyataan transformasi baik secara personal atau perorangan maupun sebagai masyarakat. Tentu pada saat yang sama mesti ditandaskan bahwa ritual penyesalan, penerimaan dan penghayatan Sakramen Pentobatan atau Pendamaian (Rekonsiliasi) menjadi sangat bermakna dan mendasar.



2. Menjadi pribadi otentik

Banyak teolog, psikolog, motivator dan para pembimbing rohani telah berusaha menjelaskan bagaimana pertobatan dalam artian yang disebutkan di atas sesungguhnya terjadi dan dengan dimensi, tahapan dan


muatan apa. Walaupun tidak menggunakan terminologi pertobatan namun dalam upaya menjelaskan bagaimana misalnya orang menerima kenyataan dan makna kehilangan seseorang akibat kematian, Kubler Ross menjelaskan bahwa ada beberapa tahapan seperti penyangkalan, marah, tawar menawar, ketakberdayaan dan penerimaan. Mengakui dan menerima fakta kepahitan dan rasa kehilangan yang mendalam itu dapat dipandang sebagai suatu capaian sebab antara lain sesudah fase itu hidup dapat dilanjutkan dengan lebih baik.


Untuk menjadi pribadi yang otentik seseorang harus bisa menilai dirinya dengan tepat, mengerti dan memahami pendapat, pikiran, pengalaman dan keadaannya sendiri untuk bisa melangkah maju sehingga dari waktu ke waktu dapat bertumbuh menjadi pribadi yang otentik.


Untuk menjadi pribadi otentik seseorang harus mengalami dan menjalani pertobatan atau conversio. Pertobatan berisikan perkembangan atau pertumbuhan yang dijelaskan dengan gerakan relasional dari yang palsu kepada yang benar, dari yang abu-abu menuju ke yang terang benderang, dari yang buruk kepada yang baik dan karenanya mengisyaratkan dan berisikan gerakan pemutaran haluan ke arah keotentikan dan kesempurnaan hidup.


Dari sekian banyak teolog dan ahli moral yang berbicara tentang tahapan dalam proses pertobatan itu, demi percakapan kita ini, pendapat Bernard Lonergan akan kita gunakan sebagai sarana dan bantuan percakapan dan permenungan dengan harapan bahwa kita akan dimudahkan untuk mengerti dan dengan bantuan rahmat Allah dapat menjalani dan mengalami proses, tuntutan dan makna pertobatan itu.


Pertobatan sebagai perubahan haluan dan orientasi mendasar dalam diri seseorang, menuju hidup dan keotentikan hidup pribadi seseorang berjalan dan berproses secara terus menerus. Barangkali proses itu terasa amat lambat dan bahkan mungkin bagaikan perjalanan tanpa henti karena terus-menerus mesti menggeser dan meluaskan batas pandang atau cakrawala dan serentak mengembangkan sudut pandang.


Lonergan membagi pertobatan itu dalam tiga dimensi dan menjelaskan tahapan-tahapan dalam tiap dimensi. Teori atau pendapat Lonergan ini sangat berkaitan dengan paham akan pengetahuan atau filsafat pengetahuan. Menurut Lonergan tahu atau mengetahui tidak pertama-tama melihat melainkan harus sampai kepada kemampuan mengalami, mengerti, menilai dan akhirnya memercayai atau mencintai. Apa yang dilihat seseorang tidak merupakan atau memuat seluruh kebenaran. Orang sering terjebak oleh mitos yang diciptakannya sendiri yakni bahwa melihat sama dengan mengetahui. Mitos bahwa melihat sama dengan mengetahui dan apa yang dilihat adalah seluruh kebenaran dan kebenaran adalah yang dilihat saja, harus terus menerus diperiksa. Orang harus belajar dan terus berkembang ke tahap yang berikut yakni mengalami, memahami, menilai dan mengambil keputusan dan mencintai.


Pengetahuan sejati berpuncak pada mencintai seluruh kebenaran dengan cara yang benar dan itu adalah muatan pertobatan atau conversio. Pertobatan sejati selalu berisikan gerakan dan kegiatan mengarah ke tahap terakhir yang memercayai dan mencintai.


Lonergan menjelaskan bahwa ada tiga dimensi pertobatan itu.


2.1. Pertobatan Intelektual


  Pertobatan intelektual berkenaan dengan kegiatan dan olahan akal budi utamanya dalam memilih dan menetapkan pertimbangan untuk sampai kepada


pengambilan keputusan dalam salahsatu bidang kehidupan atau keyakinan.


Pertobatan intelektual berintikan pengubahan haluan sebagai hasil dan akibat dari menangkap, mengerti dan menjelaskan suatu keadaan, pendapat atau keyakinan. Pertobatan dalam dimensi ini terjadi manakala seseorang mendapat tahu dan menyadari keterbatasan cakrawala atau batas pandangnya entah karena menyadari tak memadai-nya batas pandang atau cakrawala yang dia miliki atau karena tertemukan alasan atau keterangan baru tentang paham atau kenyataan, yang selama ini belum dilihat, dicermati atau diterima.


Pada saat seseorang melihat dan menemukan alasan atau penjelasan radikal yang baru dan demikian menyadari keterbatasan, kekurangan atau kesalahan pandangan atas suatu realita atau pengartian, seseorang itu mestinya memutar haluan sikap dan perilaku tentang pokok itu dan pada saat itulah terjadi pertobatan intelektual. Dalam beberapa aspek tertentu ini juga bisa disebutkan sebagai perubahan mindset.


Pertobatan intelektual terjadi karena seseorang menemukan dan menyadari bahwa mitos yang dimilikinya tentang suatu kenyataan atau paham atau bahkan pribadi tertentu ternyata tidak lengkap atau bahkan salah. Ada tiga tingkatan atau tahapan yang dicamkan dalam dimensi ini yakni pengalaman, pemahaman dan penilaian.


2.2. Pertobatan Moral


Pertobatan moral bukan kesempurnaan dalam bidang moral melainkan terutama proses dan transformasi yang terjadi dalam diri seseorang berkenaan dengan pengambilan keputusan untuk suatu sikap dan tindakan.


Inti dari pertobatan ini berkaitan dengan alasan, dasar atau nilai yang digunakan dalam menetapkan suatu keputusan dan pilihan untuk suatu tindakan atau perbuatan.


Kenikmatan dan kepuasan perorangan dalam menetapkan suatu keputusan atau pemilihan tindakan dipandang dan diyakini tidak lengkap atau tepat, karena ternyata ada nilai dan kepuasan yang lebih besar, tinggi dan luhur yang menjadi ukuran pertimbangan.


Dengan pertobatan moral, seseorang juga melepaskan atau tidak lagi menggunakan kenikmatan dan kepentingan diri sendiri sebagai ukuran dalam mengambil keputusan terhadap suatu pilihan tindakan.


Pertobatan dalam dimensi ini ditandai dengan sikap dan budi yang semakin terbuka terhadap alasan dan ukuran yang lebih luas dan dalam dan jauh melampaui tingkat kepentingan atau kenikmatan diri sendiri dalam menetapkan pilihan.


Tentu saja pertobatan ini juga dimudahkan oleh pengalaman pertemuan dengan semakin rumitnya pertimbangan dalam menetapkan keputusan untuk tindakan. Kemungkinan lain adalah pertemuan dengan nilai dari bangsa dan kelompok lain atau permenungan pribadi yang meyakinkan seseorang bahwa dasar, alasan dan ukuran pertimbangannya ditantang oleh kenyataan lain dalam hidup masyarakat baik lokal maupun internasional.



2.3. Pertobatan Religius


  Pertobatan dalam dimensi religius dan tahapan mencintai terjadi dengan penggantian haluan dan arah menuju otentisitas hidup pribadi dan kemasyarakatan karena ditangkap atau dilingkupi secara


khusus oleh yang Ilahi. Ukuran dan ketertarikan adalah kasih yang Ilahi.


Pertobatan religius adalah proses menarik diri secara terus menerus, sungguh-sungguh dan mendalam dari ketidakpedulian akan wilayah transendensi dalam mana


Allah berada. Seseorang yang mengalami pertobatan ini semakin mengarahkan pikiran, paham, hati dan segenap diri ke area atau wilayah di mana Allah dikenal dan dicintai.


Pertobatan religius menjelaskan bahwa seseorang itu semakin melarut dalam hal transenden bukan pertama-tama dalam hal-hal yang dipandang dan dinilai orang sebagai kenikmatan atau kebenaran duniawi atau sukses masyarakat melainkan di mana seperti Fransiskus Asisi mengungkapkan bahwa : ”Allahku dan segalanyaku. Deus meus et Omnia mea”. Fransiskus Asisi, pentobat terkenal dari Asisi itu, mengubah haluan hidupnya secara total dan akhirnya melihat Allah yang hadir dalam segalanya dan melihat seluruh alam ciptaan sebagai saudaranya yang harus dihormati dan dijaga keutuhannya.


Pengalaman dan tuntutan menjalani pertobatan religius dapat juga dipercepat oleh pelbagai krisis yang dihadapi manusia baik dalam pengalaman penyakit yang menakutkan atau pengalaman yang mencekam di mana seseorang merasa ditangkap oleh Yang Ilahi.


Tapi memang itu hanya akan terjadi kalau kita manusia mengakui dan bekerjasama dengan insitiatif Allah yang penuh rahmat itu.




3. Inisiatif dan Anugerah Allah dan tugas manusia

Pertobatan atau conversio dalam pengertian yang disebutkan di atas tidaklah mungkin terjadi hanya karena usaha dan kemampuan manusia semata, melainkan pertama-tama karena inisiatif dan anugerah Allah sendiri.


Pertobatan sejati itu adalah berkat khusus dan pada saat yang sama menjadi tugas manusia untuk menggapai makna hidup


manusia. Tentu pertemuan dengan berbagai kalangan dan peristiwa, proses pendidikan dan kajian pribadi dan bersama turut menguatkan.


Pertobatan adalah pengakuan dan kemauan bebas untuk menerima dan bekerjasama dengan Allah yang berkarya dalam diri manusia demi kesempurnaan manusia itu sendiri. Maka di dalamnya mestilah terjadi juga peristiwa, tindakan dan praktik penolakan terhadap dosa dan kejahatan baik dalam diri sendiri maupun dalam masyarakat. Terdapat tuntutan dan kewajiban untuk menolak berbagai kenyataan buruk dan struktur kejahatan yang terkandung di dalamnya. Pertobatan itu bukan hanya meninggalkan dosa pribadi tetapi juga melawan dan meniadakan struktur yang menyebabkan adanya kejahatan dan dosa itu. Langkah dan tahapan yang tak terpisahkan adalah menjalankan pemulihan atau perbaikan.


Pertobatan menunjuk dan berisikan perubahan hati, sikap, tindakan dalam haluan hidup sehingga seseorang menjadi sahabat Tuhan Allah dan karenanya layak menerima kasih-Nya.


Hal itu antara lain akan terjadi kalau orang dari waktu ke waktu meluaskan cakrawala atau batas pandangnya sendiri.


Cakrawala, batas pandang atau horison adalah batasan dari apa yang dikenal dan membuat seseorang tertarik atau berminat untuk melihat yang lebih jauh. Orang tidak dapat melihat apa yang ada di balik cakrawala atau horison, tetapi kalau orang bergerak terus dan melangkah maju, maka pada saat yang sama cakrawala atau horison itu berubah dan karena itu menjadi jelas bahwa apa yang dilihat seseorang dari posisinya tidak akan secara otomatis dilihat orang lain pada saat dan waktu yang sama. Juga belum pasti bahwa jika orang secara bergantian pada posisi atau titik berdiri yang sama akan otomatis melihat hal yang sama dengan jumlah dan mutu yang sama. Pada saat terjadi perubahan titik berdiri dan suasana hati maka horison juga akan mengalami perubahan.


Pengalaman, pendidikan, perjalanan dan pertemuan dengan berbagai orang dan kebudayaan menolong kita untuk meluaskan cakrawala dan pada saat cakrawala kita bergeser, mestinya kita juga melihat, mengalami, mengenal dan mencintai sesuatu yang baru lagi sampai mencapai kepenuhannya dalam Allah sendiri.


Dan itulah proses menjadi pribadi otentik dan hanya akan menjadi kenyataan kalau kita menerima dan mendayagunakan inisiatif dan anugerah Allah itu.




4. Penutup

Pertobatan mulai dengan inisiatif Allah dan inistiatif itu dapat kita maknai dalam dan melalui berbagai pertemuan dengan berbagai kalangan, peristiwa hidup bahkan kejadian alam. Medan di mana inisiatif Allah kita cermati dan alami mungkin saja peristiwa kesedihan yang luar biasa atau kejadian alam yang di luar bayangan kita sama sekali atau saat-saat inspiratif tertentu. Inisiatif Allah dapat ditangkap pada aneka kejadian, kesempatan dan pertemuan dan tidak selalu mesti dalam pengalaman mistik.


Inti pertobatan berkenaan dengan horison atau cakrawala yang kita miliki, temui dan alami terbatas selalu dan kita dituntut untuk meluaskannya dan menemukan hal yang belum kita temukan atau bahkan tidak mau kita temukan atau kita elakkan karena mungkin ada tuntutan untuk mengubah haluan hidup.


Tetapi itu adalah dan proses yang harus kita lalui kalau kita mau menjadi pribadi yang otentik dan sempurna sebagaimana Allah menghendaki kita agar sempurna.


Mungkin kita seperti berjalan pada jalan salib yang amat berat dan mendera. Kalau itu terjadi kita berharap akan bertemu dengan sosok atau pribadi yang menolong kita agar bersama-sama kita menemukan Yang Ilahi.




Text Box: Selamat Prapaska dan Selamat Puasa
 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar